Usai Orasi Guru Besar IPB |
Hari
ini keluarga besar HMI Cabang Bogor bersuka cita. Salah satu alumni
kebanggaanya, Arif Satria dikukuhkan sebagai Guru Besar IPB. Setidaknya, di
lima group whatsapp yang kuikuti, berseliweran fotonya bersama kolega yang turut
menghadiri hari bersejarah tersebut.
Banyak juga kawan-senior HMI lintas generasi yang meng-upload momen kebersamaannya di fecebook dan instagram. Di beberapa dokumentasi, kulihat juga karangan papan bunga berupa ucapan selamat membanjiri sepanjang jalan menuju ruang pengukuhan.
Banyak juga kawan-senior HMI lintas generasi yang meng-upload momen kebersamaannya di fecebook dan instagram. Di beberapa dokumentasi, kulihat juga karangan papan bunga berupa ucapan selamat membanjiri sepanjang jalan menuju ruang pengukuhan.
Dalam
tiap proses pengangkatan Guru Besar, ada satu momen yang paling berkesan
menurutku. Saat seseorang yang didaulat sebagai Profesor menyebutkan satu
persatu orang-orang yang memberikan sumbangsih besar dalam perjalanan
akademiknya. Mulai dari orangtua, mentor, sahabat dan rekan sejawat yang turut
mengisi fragmen sejarah tersebut.
Aku terkesan saat Prof. Arif Satria menyebut beberapa nama yang kukenal serta me-mention asrama Felicia sebagai kepingan ingatan yang turut menyusun jalan panjangnya sebagai Profesor.
Aku terkesan saat Prof. Arif Satria menyebut beberapa nama yang kukenal serta me-mention asrama Felicia sebagai kepingan ingatan yang turut menyusun jalan panjangnya sebagai Profesor.
Ya,
momen orasi guru besar adalah titik pijak paling bersejarah bagi seorang dosen.
Ia gelar tertinggi di bidang akademik. Jabatan fungsional paling atas bagi
mereka yang meniti karir sebagai akademisi di kampus. Tak berlebihan kiranya,
jika pencapaian sebagai guru besar kubayangkan serupa tranformasi Vegito Blue
dalam serial Dragon Ball. Ia pencapaian paling puncak dalam hirarki akademisi. Tidak
ada lagi jabatan fungisonal paling mutakhir paskanya, selain pensiun.
Mereka
yang bertitel Profesor dianggap sebagai pakar dan punya legalitas untuk
melahirkan teori. Prestisius dengan segudang wewenang. Apa yang mereka
ucapkan, punya kandungan tuah yang lebih ampuh ketimbang orang biasa. Bagi penghuni
kampus, gelar “Guru Besar” adalah kemewahan yang tidak setiap orang sanggup
menyandangnya. Baik karena proses mendapatkannya yang tidak mudah. Juga
tanggungjawab saat menyandangnya yang tidak bisa dianggap sepele.
Kemana-mana
mereka bakal dianggap ahli dalam bidang tertentu. Salah sedikit saja, gelar
tersebut malah berpotensi menggulung karir mereka sendiri. Mungkin ini juga
penyebab makin tinggi gelar makin irit ngomongnya.
Googling saja
kata kunci ‘profesor’ di media massa, tak jarang gelar tersebut malah jadi
objek framing bagi banyak wartawan.
Masih lekat dalam benak kita, kasus Profesor yang berdebat dengan polisi saat
ditilang. Atau polemik yang mempertentangkan Rocky Gerung sebagai dosen
berjuluk profesor dengan Rhenald Kasali yang betul-betul menjabat sebagai
Profesor.
Prosesi
pengukuhan Prof. Arif Satria, secara tak langsung membuatku terpancing untuk
mengetahui bagaimana tahapan meraih gelar Guru Besar. Aku penasaran step by step untuk menjadi Profesor.
Setelah berselancar di internet, Aku berkesimpulan bahwa Jabatan Guru Besar/Profesor
adalah jalan panjang dari aktivitas seorang akademisi kampus. Ia anak dari
proses Tri Darma Perguruan Tinggi, yakni Pendidikan dan Pengajaran, Penelitian
dan Pengabdian.
Dimulai
dari Asisten Ahli, Lektor, Lektor Kepala, baru selanjutnya Guru Besar (Pakar). Ke-empatnya
merupakan jabatan dalam dunia akademik. Untuk mengawali karir sebagai Asisten
Ahli, setidaknya paling minimal harus memiliki gelar master (S2). Sementara Lektor
dan Lektor Kepala bisa bergelar Master atau Doktor dengan kombinasi pencapaian
Kum (Nilai Kredit) yang sudah ditentukan. Sementara pangkat Guru Besar mengharuskan
penyandangnya bergelar Doktor terlebih dahulu dengan pencapaian Kum minimal
850.
Saat
seseorang telah menempuh program master, maka dia sudah mengantongi kum
sejumlah 150. Sedangkan bagi mereka yang sudah tuntas sekolah Doktor, mereka
start dari kum 200 untuk menjadi profesor. Dengan kata lain, tamatan master
masih memerlukan kredit poin sebesar 700 lagi. Sedangkan lulusan S3 masih
membutuhkan kum sebanyak 650 lagi agar bisa naik pangkat menjadi Guru Besar.
Setelah
mendengar penuturan dari beberapa kawan Dosen, tidak mudah meniti karir sebagai
akademisi di kampus. Selain gajihnya kecil, tuntutannya banyak. Jika dibanding
gajih fresh graduate yang kerja di
perusahaan negara, pendapatan dosen PNS masih jauh dibawah mereka. Sekalipun
sama-sama mengabdi untuk negara. Apalagi jika dhitung lewat kalkulasi biaya
kuliah yang sudah dikeluarkan. Balik modalnya lama.
Makanya satu-satunya
pilihan adalah mengejar kenaikan pangkat akademik. Atau banyak juga dosen yang lebih memilih projekan ketimbang ngajar di kampus. Status pengajar pada sebuah institusi hanya dijadikan batu lompatan. Ada juga type dosen yang siap sikut-sikutan berebut jabatan
strategis di beberapa kampus, mulai dari kursi Rektor, Dekan dan jabatan
struktural lainnya. Tunjangan dan sampingannya, ehmm... Lumayan.
Untuk
bertahan dan berkembang sebagai akademisi, setelah kuperhatikan ada dua
kompetensi yang kudu melekat dalam diri. Menulis dan meneliti. Tiap kenaikan
pangkat ditandai dengan publikasi jurnal ilmiah, baik skala nasional maupun
internasional. Sampai sini, aku baru paham, kenapa banyak dosen yang seringkali
men-Dzikirkan Scopus dan Thomson. Keduanya adalah situs publikasi internasional
yang bisa mendongkrak kum para dosen. 1 jurnal yang terindeks Scopus diganjar dengan
kum senilai 40. Bayangkan, 10 saja jurnal akademik mejeng di sana, gelar kita
sudah setengah Profesor cuy!
Tapi
untuk tembus publikasi internasional, penelitiannya ‘setengah mampus’ kata kawanku. Terutama soal penulisan yang musti pakai Bahasa Inggris. Musti fasheh sesuai grammar. Kendala besar bagiku yang sering kepeleset menyebut I love you menjadi Assyyuu..
Mantap sekali tulisannya
ReplyDeleteterimakasih mas atensinya. Kalo mantab gak bergerak dong heheh
ReplyDeleteSiip, Terima kasih tulisannya enak dibaca, dan inspiratif.
ReplyDeleteSiap. Terimakasih sudah meluangkan waktu mampir ke sini, salam kenal...
Delete