Sumber Ilustrasi: www.ican-education.com |
“Hidup ini ibarat menyusun puzzle.
Harus sering mencoba untuk menemukan pola.”
Suara lelaki di depanku terdengar
lantang. Terdapat energi begitu besar dalam kalimatnya. Dia seniorku di HMI. Seorang
Pembelajar sejati yang tidak pernah melepaskan impiannya untuk melanjutkan
kuliah ke luar negeri. Aku duduk menyimak. Membiarkan kata-katanya meresap
dalam kepala. Mengguyur kesadaranku yang sudah lama tertidur.
Di luar, malam semakin pongah
melanggeng menuju peraduannya. Security
terlihat mondar-mandir menjalankan tugasnya. Ciri khas hunian kelas menengah.
Makin elit, makin terkesan individual.
Butuh penjagaan ketat untuk menghadirkan keamanan. Atas panggilan itulah
satuan pengaman didatangkan.
Sebetulnya, bisa saja diberlakukan
ronda malam selayaknya hidup khas pedesaan. Masing-masing penghuni mendapat
giliran untuk meronda. Namun bagi manusia yang sudah terjebak oleh runititas
kantoran, malam begitu penting untuk menge-charge tenaga. Esok pagi buta mereka
harus berangkat kerja. Menenggelamkan diri dalam lautan deadline yang tak
berkesudahan. Aih! Hanya menunggu waktu saja, aku pun akan hanyut dalam arusnya.
Di sinilah aku, menyerap semangat dengan
ditemani secangkir kopi. Aku benar-benar menikmati perbincangan malam ini.
Perihal membuka pintu ilmu pengetahuan. Di tengah dunia yang makin terbuka, ada
banyak akses informasi yang bisa diperoleh. Syaratnya, kemampuan berbahasa.
Itulah satu kesimpulan yang bisa kutarik.
“Ada banyak pengalaman yang bisa dikecap
jika berkesempatan kuliah ke luar negeri. Apalagi jika beasiswanya di kampus
ternama dunia,” ungkap kawanku.
Dicabutnya sebatang rokok kretek dari
bungkus, lalu membakarnya. Dihembuskan asapnya ke udara, hingga menyeruak di
sentero ruangan. Spontan, akupun melakukan hal serupa. Rokok memang senjata ampuh
untuk mencairkan kebekuan.
Lalu dia melanjutkan ceritanya. Sebagai
warga dunia, kita tidak dilahirkan dari kondisi negara yang serupa. Ada yang
sudah start duluah jauh ketika yang lain masih berupa belum hadir di arena
pacuan. Indonesia, dibanding negara-negara di Benua Eropa ataupun Amerika,
termasuk anak bawang yang masih tertinggal banyak hal dalam pencapaian. Saat
kita baru bisa merangkak, mereka sudah berlari.
Belajar ke luar negeri, bisa dianggap
sebagai akselesari untuk melakukan lompatan peradaban. Menghentak diri dengan
iklim yang jauh lebih ekstream. Jika semangat belajar bagus, kita bakal menjadi
manusia maju. Anggap saja kita berkesempatan belajar ke Amerika, maka kita akan
merasakan atmosfir pembelajaran dari negara yang jauh lebih maju ketimbang Indonesia.
Jangan jauh-jauh, saat memutuskan
berkuliah di pulau Jawa saja, notabene jauh dari kampung halamanku di Palembang
sana, aku mendapatkan banyak pengalaman baru. Mengenal budaya selain Sumatera.
Dan itu menarik. Asik!
Pengalaman ke luar, apapun itu, akan
membawa kita pada pemahaman yang lebih terbuka. Setidaknya ada banyak informasi
yang bakal menambah alat baca kita dalam menerjemahkan realitas. Tidak sekedar
meniliknya dari satu sudut pandang saja. Kita bakal menabrakan asumsi-asumsi
yang kadung mengendap di kepala dengan realitas empiris. Melihat dari dekat segala
hal yang belum dijamah. Intensitas pertemuan dengan hal-hal baru bakal
memperkaya pemahaman kita sebagai manusia. Memang kadang gejolaknya besar,
namun dari tabrakan pemahaman tersebut bakal lahir kebijaksanaan.
Aku tiba-tiba saja berpikir, saat imajinasiku
sudah mulai menyentuh niatan beasiswa ke luar negeri, apakah ini bakal
benar-benar terjadi di masa mendatang. Bukankah kebanyakan peraih beasiswa luar
negeri selalu mengawalinya dengan harapan dan cita-cita. Ya, saat ini aku
memang memimpikan lanjut kuliah ke luar Indonesia. Mudah-mudahan saja Tuhan
mengabulkannnya. Aamiiin!
0 komentar:
Post a Comment