Wednesday 1 January 2020

Menyambut Tahun 2020: Breakdown Ulang Rencana Hidup


Tahun baru 2020 disambut hujan nan begitu lebat. Aku yakin, percon dan kembang api tak banyak yang sempat unjuk gigi memperlihatkan kemolekannya. Alih-alih menikmati langit malam dengan letupan api warna-warni, masyarakat di beberapa tempat, malah terancam mengungsi dari terjangan banjir. Di group whatsapp, sudah berseliweran broadcast banjir tol Cipali. Bekasi, Depok, Bogor bahkan Ibukota sudah heboh diserbu banjir.

Anehnya, masih saja ada segelintir pihak yang menari dalam musibah. Mempolitisir bencana alam menjadi alat politik untuk menjatuhkan. Ya saman!

Hingga menjelang pagi, aku masih terjaga dengan mata yang belum terpejam sedikitpun. Padahal sudah berulang kali kucoba menelikung kesadaran agar takluk dalam lelap. Aih susahnya. Mungkin terlalu banyak tidur kemarin. Atau bisa jadi karena sambal yang kami makan tadi malam. Ikan laut bakar dicocol tumbukan cabai segar. Pedasnya menukik. Kawanku bilang, namanya sambal colo-colo. *awas salah sebut jadi coli-coli yah.

Aku bersyukur, setidaknya malam tahun baru tidak terpasung dalam kesendirian. Ajakan kumpul-kumpul artinya seruan untuk makan-makan. Hoemm... Kenyang lagi. Saat-saat seperti ini, aku makin sadar betapa manusia betul-betul makhluk sosial. Budaya guyub adalah nyawa dalam interaksi sehari-hari. Disanalah peran subsidi silang dimainkan.

Peralihan menit ke 60 pukul 24 tadi malam, sekaligus menandai pergantian tahun. 2019 telah dipetimatikan. Hanya tinggal kisah dengan sekeping nostalgia. Ia serupa lembar sejarah yang ditulis dengan tinta permanen. Tak lagi bisa diotak atik. Malah seorang kawan beranggapan masa lalu sebagai kematian. Karena waktu sifatnya mutlak maju, apa-apa yang sudah dilewati tak mungkin lagi bisa direvisi.

Sebagai manusia, kita sedang berjalan di antara dua kematian. Senyatanya kehidupan adalah realitas yang sedang kita geluti untuk saat ini dan disini. Kita sedang berjalan menuju titik akhir kehidupan.

2020 menjadi awal penandai bagi kita semua. Tak sedikit yang berucap selamat tahun baru. Entah apa maksudnya. Apakah itu bentuk kelegaan karena telah melampaui tahun sebelumnya, atau bentuk kebahagiaan karena memasuki gerbang waktu selanjutnya.

Sebagian besar dari kita juga merefleksi ulang pencapaian. Membuat lagi resolusi. Menyusun kembali road maping untuk menjejak setahun kedepan. Seingatku, hampir tak pernah secara serius kubuat daftar perencanaan yang hendak kucapai. Mungkin 2020 ini, aku akan mencobanya.

Kupikir, usiaku sudah terlalu matang untuk bercengkerama dengan takdir. Selain sudah bukan lagi mahasiswa, ada banyak kewajiban yang harus kutepati. Ada banyak hutang yang musti kulunasi. Keseriusan harus mulai dibangun untuk menatap masa depan. Hukumnya wajib. Tidak ada leha-leha.

Lalu kemana 2020? Sebetulnya, aku ingin menghilang sejenak dari perederan. Fokus bergelut dengan penghidupan. Off semua ketemu orang-orang. Hengkang dari Bogor. Menjauh pelan-pelan, lalu muncul saat sudah mapan. Khas orang yang sakit hati dengan kehidupan. Hehe.

Itulah diriku saat ini. Padahal dengan berpikir begitu, aku sedang bergulat dengan pemahaman yang sudah jauh hari mengendap dalam otakku, silaturrahmi pintu rezeki. Sepertinya aku memang harus memilih sikap mengayun saja. Tak terlalu meladeni arogansi.

Mungkin nanti malam aku bakal bersetubuh dengan diri sendiri. Menepi dan memasuki ruang ruang kontemplasi. Mem-brackdown ulang beberapa niatan. Menungkai kembali jalur peluang yang terpendam.

Ya Tuhan... Kutitip beberapa resolusi menyamput pagi kali ini. Kuharap ia jadi energi pemompa semangat setahun kedepan. Semoga selalu bahagia dan bisa membahagiakan dimana-mana. Aameen!
Baca juga: Setelah Dipuji Karena Garuda, Erick Thohir Diuji Lewat Jiwasraya



0 komentar:

Post a Comment