Sejak
abad 7 masehi sampai 10 masehi pusat perkembangan peradaban dunia ada di
baghdad, Kordoba dan Kairo. Bahgdad adalah tempat kedudukan dinasti Abbasiyah
(794-1258 M), Kordoba ibu kota dinasti Umayyah di Barat (Spanyol 756-1031 M),
dan Kairo ibu kota Fathimiyah (909-1171 M). Ketiga kota terbsebut merupakan
oase ilmu pengetahuan pada masanya, karena para kholifah dan
sarajana-sarjananya adalah orang-orang yang mencintai ilmu pengetahuan. Pada zaman
ini pula kemajuan di bidang lainnya seperti kebudayaan dan politik serta seni,
yang untuk ukuran saat itu sangat sulit mencari tandingannya. Kemajuan politik
beriringan dengan kemajuan peradaban dan kebudayaan, sehingga islam mampu
mencapai masa keemasan, kejayaan, dan kegemilangannya. Masa keemasaan ini semakin
menemukan momennya ketika berada pada masa kekuasaan bani Abbas periode
pertama.
Masa
kegemilangan ini ditandai dengan bermunculannya cabang-cabang ilmu pengetahuan,
mucul karya-karya orisinil, lahirnya ulama dan cendikia besar yang begitu produktif
dalam menghasilkan karya, perhatian pemerintah dan masyarakat sangat besar
kepada ilmu pengetahuan, dan menjamurnya lembaga-lembaga pendidikan yang sangat
getol mengembangkan ilmu pengetahuan. Semua hal itu tidak bisa dilepaskan dari
pengaruh Al-Qur’an yang begitu menekankan pada aspek ilmu. Sejarah telah
membuktikan bahwa perdaban islam telah banyak melahirkan para pakar-pakar ilmu
yang sangat ahli di bidangnya. Baik itu dalam bidang filsafat, sains, politik,
kesusateraan, agama, pengobatan dan lain sebagainya. Bahkan tidak hanya mapan
dalam penguasaan ilmu pengetahuan, tetapi mereka juga menguasai dan faham
dengan keilmuan yang mereka geluti di umur yang masih belia.
Ibnu
Sina adalah salah satunya, dimana ia dikenal sebagai seroang filosof, saintis,
fisikawan muslim, ia disebut dengan nama Avcena di negari Barat. Beliau dikenal
sebagai filosof saintis Muslim yang bersifat ensiklopedi, karena keilmuan yang
dia kuasai terlihat di semua bidang. Maka tak heran jika kita sering mendengar
Ibnu Sina sebagai seorang ahli puisi, musik, astronom, politikuss meskipun ia
lebih dikenal sebagai filosof dan dokter.
Di tengah
kehidupan sekarang ini, umat islam dituntut untuk mencari inspirasi dari tokoh-tokoh
yang hidup pada masa-masa keemasan islam, dan Ibnu Sinalah salah satu orang
yang tepat untuk dijadikan pijakan di era modern ini. berbagai gempuran
ideologi yang datang silih berganti yang menghantam dari sana-sini, mendorong
lahirnya generasi muda islam yang acuh, serta malas untuk berfikir secara
mendalam, msekipun ada namun jumlahnya sangat sedikit. Jika kita melihat
sejarah peradaban islam maka kita akan sampai pada sebuah titik kesimpulan bahwa
kita perlu membangunkan kembali jiwa-jiwa Ibnu Sina. Apalagi jika kita melihat
masa kejayaan umat islam, dan kita bandingkan dengan pencapaian umat islam saat
ini, kesimpulannya menjadi jelas, kita sekarang sangat terbelakang.
Zaman
sekarang seakan akan ada sebuah pijakan jika kita ingin sukses maka kita harus
memperdalami ilmu pengetahuan sedalam-dalamnya tanpa harus memperhatikan ilmu
yang lainnya. Wajarlah jika banyak orang yang pakar dalam satu bidang namun
nalarnya mati di bidang lain termasuk welas asihnya. Contoh kecil saja, walaupun
semakin banyak sarjana pertanian, tetapi semakin banyak juga lahan pertanian
yang hilang. Sehingga menjadi persoalan ketika spesialisasi yang ada menjadikan
kita tidak mengerti dengan titik temu, bahkan yang ada hanyalah adu gengsi
antar bidang ilmu pengetahuan. Coba kita belajar dari sejarah Ibnu Sina, ide integrasi
yang belakangan ramai diperbincangkan, sebetulnya bisa dengan mudah kita
temukan dalam karya-karya Ibnu sina.
Dalam
tradisi Ibnu Sina, tidak tejadi pemisahan dalam bidang keilmuan. Seorang dokter
dia adalah yang mendalami persoalan fisik sekaligus batin. Sang dokter yang
mengerti anatomi tubuh, juga anatomi jiwa. Dari pribadinya kita belajar menjadi
manusia yang holistik yang mengerti fisik dan batin manusia. Salah satu contoh
program yang berkembang saat inilah adalah ‘santri jadi dokter’.
Satu
hal yang menarik dalam diri seorang Ibnu Sina, dia merupakan sosok yang merajai
pembahasan filsafat, berbading terbalik dengan yang berkembang saat ini, dimana
filsafat dikatakan sebagai ilmu yang negatif karena menolak kehadiran Tuhan. Sekali
lagi kita harus berkaca pada pribadi Ibnu Sina, meski ia total dalam
mempelajari filsafat, tetapi dia juga sosok muslim yang taat dan saleh. Ketika menemukan
sebuah masalah dalam pembelajaran filsafatnya ia kemabli ke masjid untuk
berdzikir. Ia tidak pernah patah arang apalagi sampai menolak kehadiran Allah.
Semakin ia berfikir mendalam, semakin ia dekat dengan Allah. Ini fakta yang
menunjukkan bahwa filsafat adalah bidang keilmuan yang amat penting. Ilmu yang
mempelajari tentang berfikir mendalam untuk kemudian menyingkap jawaban-jawaban
yang tersembunyi.
Referensi Tulisan
Rukmana,
Aan. 2013. “Ibnu Sina Sang Ensiklopedi, Pemantik Pijar Peradaban Islam”. PT.
Dian Rakyat, Jakarta.
0 komentar:
Post a Comment