Friday, 17 May 2019

Jangan Latah Menggunakan Istilah

Diskusi Malam
"Jangan latah menggunakan istilah. Setiap kata pasti mempunyai konteks sejarah yang menyertai kelahirannya."

Itulah kalimat yang diungkapkan pak kiai hari ini. Aku dan kawan-kawan masih setia menyimak tuturannya. Bernas. Selalu ada pemahaman baru yang membuat kami terkejut. Menyelamatkan kesadaran yang hampir saja dihisap oleh kerumunan. Ya, kebenaran memang sangat rentan dibajak oleh mayoritas.

Di usianya yang senja, kebiasaan membaca dan menulisnya tak pernah luntur sedikitpun. Pak kiai lah yang kerapkali menjadi rujukan segala ketidaktahuan kami. Saksi sejarah yang hidup dari generasi ke generasi. Tak berlebihan jika pak Kiai kuanggap sebagai ufuk kesadaran. Sinar yang mencerahkan generasi muda dari keburaman terhadap sejarah.

"Terminologi itu pilar ilmu pengetahuan. Penting mencari tahu dulu arti sebuah istilah agar tak salah kaprah. Karena istilah biasanya digunakan untuk menopang satu bangunan konsep. Salah mengartikan istilah, akan melahirkan kesimpangsiuran di kemudian hari," ungkap pak Kiai dengan lugas.

Memang betul. Hidup di dalam dunia yang berlari sangat cepat, membuat manusia tak punya waktu untuk merenung, merefleksikan sejenak semua istilah yang muncul bak cendawan di musim hujan. Padahal salah tafsir adalah induk dari salah kaprah. Pucuk dari setiap kekacauan. Sayangnya, mayoritas kita malah ikut hanyut dan mengaminkan.

Pak kiai menghelas nafas sejenak, "Apa arti kemerdekaan, kesejahteraan, kemakmuran, jika masih banyak rakyat yang mati kelaparan. Mustahil ada kemerdekaan tanpa kedaulatan. Sementara tanah sebagai sumber penghidupan masyarakat Indonesia, sudah lama dirampas oleh maling-maling besar atas sepengetahuan negara. Merdekanya dimana?" Nadanya serius. Kalimatnya dalam.

Ah pak kiai, Kau selalu saja menghadirkan cerita yang menyentuh titik kemanusiaan.

Tiba-tiba saja pembahasan mengenai "istilah" membawa Ingatanku pada adinda. Aku bingung, jika kata cinta terdengar terlalu picisan, maka istilah apa yang tepat untuk mengalamatkan rasa yang kumiliki? Hei kau yang diam-diam tersenyum...

Artikel Terkait: Api Revolusi Dari Pak Kiai


0 komentar:

Post a Comment