Tuesday 11 February 2020

Kumandang Sholawat di Cap Go Meh Bogor 2020

Pentas Kebudayaan Cap Go Meh
Dulu aku mengira perayaan Cap Go Meh adalah bagian dari ritual keagamaan dalam Khonghucu. Mungkin karena efek lahir di masa Orde Baru. Saat itu, perayaan Cap Go Meh tidak sebebas sekarang. Hanya di lokasi tertentu saja, itupun hanya diikuti oleh masyarakat Tionghoa. Baru menjelang era Gus Dur perayaan Cap Go Meh bisa dilaksanakan dengan leluasa. Jasa itulah yang membuat Gus Dur diulat sebagai Bapak Tionghoa Indonesia.

Setelah menyaksikan langsung kemeriahaan Cap Go Meh, perayaan tersebut memang lebih kental sisi kebudayaannya. Bahkan tak jarang disebut sebagai parade seni dan budaya yang dipentaskan secara terbuka. Perayaan tersebut diprakarsai oleh warga keturunan China di seluruh penjuru dunia, termasuk Indonesia.

Perhelatan Cap Go Meh sekaligus menandai berakhirnya perayaan tahun baru Imlek bagi masyarakat Tionghoa. Menjelang Cap Go Meh, semarak atribut berwarna merah begitu mendominasi di setiap Pecinan. Tentu saja tak lepas dari kedua Icon khususnya, yakni Barongsai dan arak-arakan Naga (Liong).

Konon mitosnya, warna merah adalah warna yang membawa keberuntungan. Sebab dulu setiap kali panen raya di Tiongkok, masyarakat yang mayoritasnya berbasis agraris kerap didatangi raksasa yang suka memakan hasil panen dan ternak yang mereka miliki. Warna merah adalah warna yang ditakuti oleh sang raksasa. Sehingga warna itulah yang mendominasi hunian warga menjelang panen raya. Selain warna merah, sang raksasa juga takut pada api. Jadilah lampion berwarna merah.

Dibold khusus ya, cuma mitos hehe...

Seiring perkembangan zaman, warna merah dijadikan sebagai salah satu ciri khas perayaan Cap Go Meh. Bahkan syarat simbolik yang sudah dikapitalisasi. Itu juga yang kulihat saat memasuki Pecinan yang terletak di Jl. Surya Kencana, Kota Bogor. Hampir setiap sudut dan fasilitas umum berwarna merah. Seragam panitia, umbul-umbul juga lampion yang menjutai dengan indah. Di sepanjang jalan ini juga, parade seni dan budaya dipertontonkan kepada khalayak umum.

Ibu-ibu dari komunitas Cinta Berkain
Sore itu, aku ikut hanyut dalam lautan manusia. Kutaksir mungkin mencapai puluhan ribu pengunjung yang datang dari berbagai daerah. Aku berangkat bersama komunitas Blogger. Kami diundang sebagai tim media dan publikasi. Berbekal ID Card, kami punya akses langsung untuk menyaksikan Bogor Street Festival Cap Go Meh 2020 dari dekat.

Sebagai pembuka, kami dijamu dengan Lontong Cap Go Meh. Itu loh, makanan khas imlek yang terkenal lezat. Enak banget!

Tak hanya diramaikan oleh etnis bermata sipit dan berkulit putih, tapi juga disesaki oleh masyarakat lokal. Semuanya Menikmati langsung pertunjukan demi pertunjukan yang dipentaskan oleh komunitas lintas etnis.

Awas kenak bogem! (Sumber: Johanes Jenito)
Mulai dari pementasan musik bambu dari Sanggar Andika, Angklung dan Long Dance, ada juga persembahan dari komunitas Cinta Berkain yang didominasi emak-emak gaul yang terlihat begitu anggun dalam balutan busana serba merah, dan masih banyak lagi. Tak kurang seribu penampil yang unjuk gigi. Meriah.

Melalui Cap Go Meh inilah, seluruh elemen masyarakat di Kota Bogor berkumpul dan bersukacita menjaga tali persaudaraan antar etnis di tengah keberagaman. Ruang ekspresi tahunan bagi masyarakat untuk merayakan perbedaan. Wajar jika momen ini mengangkat tajuk sebagai Ajang Budaya Pemersatu Bangsa.
Serba Merah, Termasuk Salon Kencana & Teh Pucuk
Brand ternama ikut ambil bagian (Sumber: Yusran Darmawan)
Sekali tiga uang, momen tersebut juga dijadikan ajang untuk mendongkrak pendapatan daerah bagi pemerintah setempat. Kunjungan wisatawan membludak, memenuhi tiap-tiap hotel di kota Bogor. Ia serupa gadis cantik yang banyak mencuri perhatian masyarakat dunia. Semacam gravitasi yang menghisap banyak wisatawan. Bahkan brand produk-produk ternama tak mau ketinggalan ikut ambil bagian. Menanamkan pesan-pesan konsumtif dalam benak hadirin.

Pemandangan tersebut sekaligus menguatkan fakta bahwa Cap Go Meh sudah sangat intim saling mengawini dengan adat nusantara. Tak lagi murni milik peranakan China. Tak lagi seratus persen sebagai ritual keagamaan, atau perayaan yang hanya bisa disaksikan oleh keluarga kerajaan yang tinggal di Istana sebagaimana sejarahnya dahulu di bumi Tiongkok. Ia sudah menjadi pesta rakyat yang bisa dinikmati semua masyarakat.

Aku senang bisa menyaksikan perayaan Cap Go Meh secara langsung. Sembilan tahun tinggal di Bogor, ini kali pertamanya aku merasakan perhelatan budaya lintas etnis ini. Bersama beberapa kawan Blogger, kami memburu gambar dan aksara di setiap sudut Jl. Surya Kencana. Pementas yang atraktif dengan iringan musik-musik tradisional adalah objek yang memanjakan hasrat pengunjung. Bidikan kamera membajiri tiap penampilan.

Aura kegembiraan terpancar jelas dari raut wajah para pengunjung. Semuanya berbahagia tanpa terkecuali. Namun dari semua penampilan yang meriah tersebut, ada dua momen yang masih membekas dalam diriku. Doa pembuka oleh tokoh lintas agama serta persembahan Sholawat beriring hadroh dari Pemuda Pulo Geulis. Apakah semua penampil murni berangkat dari niat tulus untuk merayakan perbedaan atau datang karena undangan dari tim kreatif panitia penyelenggara lengkap beserta imbalannya?

0 komentar:

Post a Comment