Sunday 9 February 2020

Mengenang Amril S. Rangkuti, Sosok Senior yang Peduli & Mengayomi

Usai penutupan LKK Cabang Bogor
Tiga hari lalu, tepatnya Kamis, 06 Februari 2020, salah satu senior HMI Cabang Bogor, Bang Amril Syaputra Rangkuti, kembali ke pangkuan yang Maha Kuasa. Aku, Roni dan Malik sempat menemaninya di hari pertama masuk rumah sakit (31/01). Namun menjelang tengah malam, aku pulang duluan untuk berkemas. Karena besoknya harus berangkat ke pulau Seribu bersama Bang Qustam.

Lima hari kemudian, saat kembali dari Pulau, aku berniat membesuknya lagi. Namun mendengar kondisinya telah membaik, bahkan sudah diperbolehkan pulang ke rumah, niat itu kuurungkan. Besok saja langsung main ke rumahnya, pikirku.

Tanpa pernah kusangka, aku sudah melewatkan satu-satunya kesempatan terakhir untuk bertemu dengannya. Aih....

Keesokan hari, samar kudengar suara bibi yang bekerja di rumah Bang Amril, menangis terbata-bata saat menghubungi Roni.

“Baang, Baapaaak bang... Bapaaaak bang, sudah gak ada...” ucap Bibi dengan suara gemetar.

Deg! Aku tak mau langsung percaya begitu saja. Kukonfirmasi sekali lagi ke Roni. Namun kalimat yang keluar dari mulutnya adalah kata-kata yang sangat tidak ingin kudengar. “Bang Amril meninggal wak...” ucapnya dengan shock.

"Innalillahi wainna ilahi roojiuuun..." lirihku. Seketika pikiranku begitu kusut. Panas. Seperti ada tekanan dari dalam kepala.

***

Mei 2016, Matahari bersinar terik. Lalu lalang kendaraan begitu rapat memadatani jalanan. Seperti air yang selalu mencari sela-sela terkecil untuk mengalir. Ya, akhir pekan memang waktunya liburan bagi masyarakat perkotaan. Rehat sejenak sebelum kembali berhadap-hadapan dengan deadline kerja.

Saat itu, kupacu motorku untuk menghadiri acara diskusi bulanan yang diselenggarakan oleh KAHMI-ICMI Bogor. Pembicaranya Prof. Asep Saepudin. Di sanalah aku menyempil. Duduk bersama orang-orang hebat.

Saat diskusi hendak ditutup dan dilanjut foto bersama. Sebuah suara memanggilku dengan antusias.

Diskusi perkaderan bersama KAHMI, 2016.
“Dek, ngapain bediri di sana. Sinilah gabung, ikut foto bersama,” ucap lelaki berkoko putih lengan pendek. Mukanya ditumbuhi janggut dan kumis yang tercukur rapi. Dialah Bang Amril. Sekum KAHMI sekaligus pembawa acara saat itu.

Akhirnya dengan rasa sungkan dan tak enakan, aku mendekat malu-malu. Itupun hanya berani mengambil posisi paling pojok. Aku belum PeDe. Maklum, kebanyakan pastisipannya senior-senior sepuh yang sudah Profesor, ditambah lagi belum banyak yang kukenal.

Seingatku, itulah momen awal komunikasi langsung dengan bang Amril.

Sejak itu, hampir setiap waktu aku menjumpainya. Terutama di acara-acara HMI dan KAHMI. Puncaknya, ketika aku diamanihi tanggungjawab sebagai Ketum Cabang. Silaturrahmi makin intens. Dia selalu siap jika kami minta bertemu. Entah itu di kantor, di rumah bahkan dimanapun selagi masih bisa dijangkau.

Tentu saja, setiap pertemuan, aku selalu merepotkannya. Khususnya tentang aktivitas yang berkaitan dengan organisasi HMI. Mulai dari kegiatan, pendanaan dll. Tak sekadar mendengar keluh-kesah, Bang Amril sosok senior yang sigap menyambungkan ke beberapa pihak yang kiranya bisa membantu menyelesaikan masalah, jika kebetulan dia tidak mampu mengatasinya sendiri.

Aku jadi teringat ucapan Bang Auhadillah, sosok bang Amril laksana jembatan. Aku membenarkan.

Dia adalah penghubung antar generasi. Tali penyambung komunikasi. Dialah sosok yang bisa menjembati kepentingan junior-senior, entah itu di HMI, IPB dan kupikir di semua ruang sosial yang ada dia di dalamnya.

Sebetulnya di beberapa keadaan, bisa saja kami membangun komunikasi langsung (slonong boy) dengan senior sepuh cabang Bogor. Hampir semua nomor HP-nya kami punya. Namun sering kali kami coba, perhatian dan waktu mereka kerap susah ditembus. Baru setelah dibuka oleh Bang Amril, semuanya jadi lebih mudah.

Kesini-sini, aku baru paham, proses demikian tidak terjadi dengan sendirinya. Ada waktu yang diwakafkan. Ada banyak ruang yang dia sengajakan. Dia selalu punya inisiatif lebih untuk membangun hubungan persaudaraan.

Bang Amril sosok yang rajin merajut komunikasi atas bawah. Lintas generasi, lintas angkatan bahkan lintas kalangan.

Daya tahan serta mobilitasnya, bisa kukatakan di atas rata-rata. Selain itu, dia tak sungkan melakukan hal-hal kecil yang dianggap remeh oleh kebanyakan orang.

Misal, memberi ucapan selamat untuk rekan sejawat atau adik-adik yang sedang berbahagia ataupun berduka. Mulai dari wisuda, lahiran anak, pencapaian prestasi, pernikahan atau momen sejenisnya. Bahkan dia mau meluangkan waktu, sekedar menjapri dengan nama khusus ke tiap-tiap individu yang ada di HP-nya. Termasuk ke adik-adik. Momen apapun itu. Apalagi menjelang bulan puasa.

Hal sederhana tapi sangat bermakna. Ada selipan penghargaan. Terpantul bayang perhatian di dalamnya. Radar sensitivitasnya menembus dinding-dinding personal.

Dia pandai menyentuh sisi kemanusiaan yang jarang dijamah banyak orang. Eksistensi. Pengakuan tentang keberadaan. Personal touch. Sumpah, itu sangat berkesan bang!

Dia juga tak sungkan direpotkan oleh kader-kader untuk urusan akademik. Entah itu nilai kuliah yang bermasalah, SPP yang menunggak, pun terkait asmara. Aku menyaksikan langsung dengan mata telanjang untuk perkara-perkara di atas. Sekali lagi, jika kunci penyelesaian bukan padanya, dia selalu setia untuk mengawal dan mencarikan solusinya.

***

Ah, bang, bang... Begitu cepat rasanya. Abang pergi saat usia dan karir sedang produktif-produktifnya. Sungguh belum bisa kucerna, jika kami tak lagi punya kesempatan untuk sekedar ngopi dan berkeluh kesah padamu.

Belum lagi jika terbayang tiga orang prasasti cintamu bersama kak Dwi. Juna, Kyla dan Satria. Mereka masih mungil dan lucu-lucunya. Sedih rasanya, membayangkan mereka tumbuh dan besar tanpa kehadiran abang.

Aku sepakat ucapan Bang Refli, Kami sekeluarga besar HMI Bogor punya tanggung jawab untuk menggantikan peran abang kedepannya.

Huft... Hidup memang penuh misteri. Ada beragam kisah dengan ending yang tidak bisa ditebak. Kami masih hafal nadamu menyebutkan "Atelele" bang. Tawamu masih terdengar renyah dalam ingatan. Logat Medanmu yang kental dengan suara "khas" masih terekam jelas bang. Apalagi tagline sticker WhatsApp-mu "Sing Penting Akur", sukses membuat kami terkekeh.

Kini, semua itu hanya bisa kami putar lewat keping nostalgia saja. Tak bisa lagi kami rasakan langsung. Sedih. Serasa ada ruang hampa yang tak satupun bisa mengisinya. Kami kehilangan. Abang sudah menghadap sang Pencipta lebih dulu dengan tenang. Abang orang baik. Semoga Allah memberikan abang tempat terbaik di sisi-Nya.

Cepat atau lambat, kami bakal menyusulmu bang. Berjalan menapaki langkah demi langkah menuju titik akhir kehidupan. Hingga pada waktunya, siap-tak siap semua manusia harus melewati pintu gerbang satu-satunya bernama kematian. Kami hanya sedang menunggu giliran.

Malam ini, kuketik sedikit kenangan ini di Balkon GSMI bang. Sekretariat HMI Cabang Bogor. Tepat di Sofa tempat abang pernah duduk saat menengok kami di suatu malam. Selamat jalan bang. Al-Faatihah...

2 comments:

  1. Innalillahiwainnailaihirajiun.. semoga Allah ampunkan segala dosa2 add Amril.. InsyaAllah husnil khatimah.. segala kebaikan2nya menjadikan nya tergolong dalam barisan orang2 yg dicintai Allah. Smg Allah memberikan keikhlasan dan kesabaran bagi keluarga yg ditinggalkannya.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aaamiiin ya rabbal aalamiiin. Terimakasih bang..

      Delete