Thursday 16 May 2019

Perjuangan Indonesia dari Lautan

Bibir Pantai Ambon
Deburan ombak menghantam bibir pantai. Kala itu sore terlihat bersahabat. Kami menyapa lautan yang asin, rehat sejenak usai menjalani kongres HMI yang berminggu minggu. Jujur, aku baru membuktikan sendiri keasinan air laut ketika semester tiga perkuliahan.

Aku tak ubahnya seperti manusia goa yang menolak realitas cahaya seperti diilustrasikan Plato. Imajinasiku masih menolak keberadaan air asin seluas lautan. Pengalaman mengecap rasa asin hanya kuperoleh dari garam. Aku jadi paham bahwa material adalah rumah dari kebenaran. Ia harus didekati secara rasional, empiris dan logis.

Aku duduk menghadap lautan. Memperhatikan kawan-kawan yang asik berenang bersama ombak. Oh lautan, Kaulah saksi perjuangan generasi awal Indonesia dalam menempuh kemerdekaan. Bukti bahwa keberadaan Indonesia hari ini adalah perjuangan yang berlika-liku.

Ketika baru saja memproklamirkan kemerdekaannya, Indonesia perlu merombak ulang segala hal yang berkaitan dengan identitasnya. Termasuk batasan teritorial negara di daerah perairan. Sekaligus penegasan bahwa telah lahir bangsa baru yang tidak ada lagi sangkut pautnya dengan Hindia Belanda.

Dengan kondisi yang belum terlalu mapan, Indonesia tampil dengan percaya diri dalam konferensi internasional. Membawa mandat kemerdekaan warga satu negara dan memperjuangkannya dalam forum yang dihadiri delegasi antar negara. Mereka menggugat warga dunia tentang hukum universal terkait batasan wilayah perairan.

Tentu sebagai negara kepulauan, kita perlu regulasi khusus yang berbeda dibanding negara lain. Batasan negara yang hanya diukur 3 mil dari garis pantai akan menyulitkan. Terutama untuk memprotek warga negara yang tersebar di 13 ribu pulau Indonesia. Jika regulasinya tidak dirubah, akan ada banyak negara yang suka-suka lalu lalang diantara pulau-pulau Indonesia.

Akhirnya, setelah melalui perjalanan panjang, kita mampu mengukuhkan kemerdekaan di wilayah perairan. Aku makin sadar, jika apa yang kita nikmati hari ini adalah buah dari perjuangan yang berdarah-darah. Kemerdekaan bukan sebuah pemberian. Lantas, apa yang bisa kita lakukan untuk mengisinya?

0 komentar:

Post a Comment