Wednesday 31 July 2019

Refleksi Secangkir Kopi

Ngopi heula kang!
Malam ini aku kembali bercumbu dengan kopi. Satu kata populer yang mengorbit dengan senja. Jenis minuman yang banyak melahirkan para pengobral diksi dan puisi akhir-akhir ini. Namun aku tak ingin mengumbar perihal kelezatannya. Jujur sampai sekarang, aku belum mampu menjadi penikmat kopi yang fanatik. Apalagi sampai khotam jenis serta mampu menyeduhnya ala barista profesional. Aku hanya mengenal kopi sebagai minuman pengusir kantuk paling mujarab.

Kopi tak sekedar menyimpan rasa pahit, tapi juga merekam pengalaman getir dalam sejarah. Kopi salah satu komoditas titipan pemerintah Belanda dalam program tanam paksa. Kebijakan yang melibatkan bangsa Indonesia untuk dieksploitasi tenaganya, lalu direngut kebebasannya. Hasil panennya diangkut ke luar negeri untuk memenuhi kebutuhan ekspor pasar Eropa. Sementara anak bangsa hanya dapat ampasnya saja dengan derita yang beranak pinak.

Begitulah sekilas kisah tentang kopi. Minuman yang kerap diseduh untuk mencari inspirasi. Dia betul betul pahit pada masanya. Namun dunia yang kita huni ini bergerak dinamis, berjalan terus menjejak zaman. Setiap masa turut melekatkan maknanya masing masing. Saat ini, kopi menjadi teman asik ketika berdiskusi atau sekedar mengusir sepi.

Malam ini kami sedikit merefleksikan masa lalu. Mencoba mengais makna untuk mendefinisikan diri. Berharap suatu saat, betul betul mampu mengenal diri secara utuh. Sebagai bangsa, kita pernah menyandang identitas sebagai bangsa terjajah. Berabad abad. Saking lamanya, banyak sekali kerugian yang kita alami. Banyak sekali kehilangan yang kita rasakan. Kehilangan mental, ritual, intelektual, tentunya kehilangan material yang paling kelihatan.

Ya, secangkir kopiku malam ini menghadirkan kesadaran, betapa penjajahan sangat menggerus kemerdekaan. Masyarakat menanam komoditas bukan karena berangkat dari kebutuhan, tapi keterpaksaan. Lawas namun membekas. Tentu saja masih releven dengan konteks hari ini.

Kopi tak hanya sekedar seduhan untuk menghadirkan inspirasi. Ia juga medium refleksi. Ruang kontemplasi untuk merawat ingatan agar tak lupa diri. Ada perjalanan sejarah begitu panjang dibalik secangkir kopi.

Baca juga: Jangan Latah Menggunakan Istilah

0 komentar:

Post a Comment