Sumber ilustrasi: Geotimes.co.id |
Beberapa tahun silam, kita dikejutkan dengan sekumpulan mahasiswa yang mengejek tuhan. Tentu saja, tuhan yang mereka maksud bukanlah Tuhan yang kerap jadi sesembahan. Tuhan sebagai dzat untuk menggantungkan segala harapan.
Melainkan tuhan yang kerap dijadikan dalih untuk menyembunyikan kepentingan segelintir orang. Mereka, sekelompok mahasiswa itu, hanyalah manusia yang jengah dengan orang orang yang terlampau agresif mengambil peran Tuhan di muka bumi.
"Selamat datang di area bebas tuhan" ucap mahasiswa Bandung 2004 silam. Kritik satire yang mereka layangkan untuk para pendosa yang menihilkan eksistensi Tuhan dalam keseharian. Mengaku beragama namun kerap membuat khilaf dengan sengaja. Mengaku bertuhan namun hobinya menjadikan perbuatan setan sebagai rujukan.
"tuhan Membusuk" ujar mahasiswa di Surabaya 2014 silam. Kekesalan yang mereka lontarkan karena jengah dengan kemunafikan. Luapan emosi yang ditujukan kepada orang orang yang bertindak hipokrit. Membiarkan ajaran Tuhan membusuk dalam angan tanpa mengejawantah dalam tindakan. Membajak dalil Tuhan demi tercapainya kepentingan.
Semuanya tidak betul betul kritik atas eksistensi Tuhan. Tapi tentang manusia yang alfa dalam menyalurkan nilai nilai Ketuhanan di muka bumi. Orang beragama namun absen dalam menyebarkan ajaran Tuhan. Bahkan membuangnya dalam ruang ruang sunyi tempat sembahyang. Ditampilkan hanya dalam simbol simbol an sich.
Tuhan milik semua manusia. Orang susah, butuh Tuhan Maha kaya. Orang teraniaya, butuh Tuhan yang Maha Perkasa. Orang orang yang terbuang, membutuhkan Tuhan Maha Penyayang. Orang yang mengharapkan sesuap nasi, membutuhkan Tuhan Maha Pemberi Rezeki.
Wajah Tuhan seperti itulah yang diperlukan umat manusia. Dan itu tugas utama orang-orang beragama. Menebar berkah untuk semesta. Bukan menebar citra, apalagi derita!
Baca juga: Siapa Kita di Alam Semesta
0 komentar:
Post a Comment