Sunday 16 August 2020

Proyek 2 M

Wajah Kahfi, Ketua Karang Taruna Dusun Kuang Dalam terlihat lesu. Malam itu gairahnya luntur disapu kabar tak sedap. Langkahnya amat gontai saat menuju bale-bale, tempat ia biasa kumpul bersama anggotanya. Di tangannya, terselip lipatan kertas dengan balutan map.


Apa sebabnya? Ternyata ia baru saja menerima surat edaran pemerintah tentang larangan mengadakan rangkaian lomba 17 Agustus. Lazimnya aktivitas yang dilakukan saat memperingati hari kemerdekaan. Tentu saja alasannya untuk mencegah penyebaran virus Korona. Dalil yang tak kalah rasional untuk menunda segala bentuk keramaian.


Beberapa hari sebelumnya, aku menyaksikan sendiri, Kahfi dan kawan-kawannya bermusyawarah menyiapkan acara HUT RI ke 75. Mulai dari jenis lomba yang bakal diadakan sampai persiapan teknis dan pembuatan proposal pendanaan. Dengan berbagai macam pertimbangan, mereka pun legowo untuk menghentikan persiapan.


Sebagai gantinya, mereka lakukan musyawarah ulang untuk membahas agenda apa yang bisa dilakukan selain perlombaan. Tercetuslah ide membuat gapura. Penanda pintu masuk-keluar dusun Kuang Dalam. Gagasan itulah yang akhirnya mereka sepakati.


Namun buah pemikiran mereka kembali berbenturan dengan masalah klasik umat manusia, "amunisi". Metafora untuk menyebut duit operasional. Setelah berdebat cukup alot, akhirnya mereka sepakat untuk bergerak saja dulu. Memulai dari hal-hal yang tak membutuhkan biaya di awal. Seperti mengumpulkan kayu dan bambu sebagai material utama.


Karena dimulai tanpa dana, Kahfi dan kawan-kawannya menamai kegiatan tersebut dengan julukan proyek "dua M", yakni proyek yang hanya bermodalkan "Mau & Melangkah".


Beruntungnya, ada beberapa warga yang berbaik hati memberikan material awal. Lokasi hutannya pun tak jauh dari dusun. Seiring berjalan waktu, akhirnya banyak masyarakat yang melirik dan antusias. Makin banyak swadaya warga dusun tergerak untuk membantu. Ada yang menolong pengangkutan bahan material dengan mobil, pengadaan paku, peminjaman truck, tangga, cat, cemilan, rokok dan lain sebagainya.



Aku melihat semangat gotong royong dalam pembuatan gapura tersebut. Terpantul nilai-nilai kebersamaan. Baik dari warga, terutama kawan-kawan yang sudah mengambil peran aktif saat pembuatan. Ada aliran semangat dan kekompakan dari kreasi yang mereka tuangkan berhari-hari.

Setelah memakan waktu kurang lebih sebulan, akhirnya gapura tersebut berdiri kokoh. Hari ini, aku dikirimi seorang kawan beberapa foto hasil final Gapura. Sebuah kreativitas menyambut hari kemerdekaan. Terus terang aku kagum, melihat hasil kreasi Karang Taruna dusun Kuang Dalam yang sudah tegak menjulang. Eksotis dan artistik.


Tingginya enam meter dari badan jalan. Terbuat dari komponen bambu yang tersusun rapi. Ya, bambu adalah ikon perjuangan pahlawan tempo dulu. Setiap sisi gapura, dibalut dengan dominasi warna Merah Putih sebagai simbol negara Indonesia.


Di atasnya, tertancap bendera Indonesia yang menantang langit, alarm sejarah yang akan terus menyimpan ingatan tentang kemerdekaan. Sekilas memang terlihat sederhana, namun Gapura ini sudah cukup merefleksikan semangat Gotong Royong dan kebersamaan. "Dik ade ye dik pacak mun galak. Insyaallah ade care".


Dirgahayu Republik Indonesia. Merdeka!



0 komentar:

Post a Comment