Friday 20 August 2021

Ilmu Saja Tidak Cukup, Tapi Juga Musti Bernyali


Sepakbola bisa jadi olahraga paling populer di daratan Asia dan Benua Eropa, tapi tidak di Amerika Serikat. Di Negeri Paman Sam, sepakbola hanya menempati urutan kelima olahraga paling banyak ditonton. Lantas, cabor apa yang paling banyak digemari?

Jawabnya, American Football. Walaupun sama-sama mengunakan istilah football, tapi di Amerika berbeda. Masyarakat disana lebih familiar menyebutnya dengan Soccer untuk sepakbola yang kerap kita terjemahkan dengan kata football.

Saya tidak bermaksud mengulas lebih jauh perbedaan keduanya. Atau menceritakan mana yang lebih seru antara satu dan yang lain. Saya hanya ingin mengulas film berjudul Concussion (Gegar Otak).

Ini bukan film tentang sepakbola Amerika, tapi tentang kemanusiaan. Dibuat berdasarkan kisah nyata. Bercerita tentang seorang ilmuan bernama Dr. Bennet Omalu. Dia adalah imigran kerkulit hitam yang harus berhadapan dengan company global.

Penelitiannya memantik konflik besar melawan raksasa Amerika Serikat, National Football League (NFL). Sebuah organisasi penyelenggara kompetisi sepak bola Amerika.

Sebagai olahraga yang digandrungi banyak orang, jelas American Football juga menjadi sektor bisnis yang menggiurkan. Ada banyak perputaran uang di dalamnya. Semacam dongkrak perekonomian yang mendatangkan keuntungan berlimpah bagi banyak pihak.

Namun fakta yang tidak bisa disembunyikan, ada banyak pemain profesional American Football yang mengakhiri hidup dengan bunuh diri. Satu waktu, saat Bennet Omalu bertugas mengautopsi salah satu mayat bersangkutan, ia menemukan jika penyebabnya adalah benturan kepala yang kerap terjadi pada olahraga sepakbola.

Lihat saja tiap pertandingannya. Ada banyak tabrakan tubuh antar pemain. Sekalipun sudah pakai helm, itu hanya melindungi kepala, tidak dengan efek gegar yang menghantam otak. Bennet lalu menciptakan alat pendeteksi yang mampu mengukur dampak tabrakan. Walhasil ia sampai pada kesimpulan jika olahraga tersebut adalah mesin pembunuh jangka panjang. Ia mampu memberikan penjelasan dengan rasional lengkap dengan pendekatan sainsnya.

Penemuan tersebut membawanya pada perlawanan dengan konspirasi penguasa dan pengusaha setempat. Sebagai ilmuan kelas dua (red. Imigran) ruang geraknya terbatas. Kiprah dan karirnya diboikot. Keluarga diteror sana-sini, bahkan sampai ancaman pembunuhan. Hingga akhirnya ia memutuskan untuk pindah ke kota lain.

Sebetulnya penemuan Bennet bisa saja langsung dipercayai oleh publik, tapi karena NFL bersekongkol dengan pemerintah Amerika, penelitiannya baru diterima setelah tiga tahun kemudian. Tepatnya saat salah seorang petinggi NFL, juga pensiunan America Football meninggalkan wasiat agar otaknya diberikan pada Bennet untuk diteliti sebelum mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri.

Ternyata apa yang ditemukan oleh Bennet sudah menjadi rahasia umum di kalangan dokter. Namun tak banyak dari mereka yang berani mengambil sikap untuk menentang. Mereka takut melawan arus. Lebih nyaman hidup dalam kerumunan sekalipun berselimut kebohongan.

Dr. Bennet Omalu mengajarkan kita agar berkomitmen pada kebenaran. Ilmu saja tidak cukup, tapi harus bernyali. Siap bereksperimen dengan nasib dan sains. Sebab tugas pengetahuan adalah menyingkap tabir kegelapan. Memperjelas keadaan dan menghilangkan kepandiran. Bukan sebatas menyala, lalu mati tanpa menerangi apa-apa.


0 komentar:

Post a Comment