Tuesday, 24 December 2013

Pendekatan yang Offside

Beberapa hari silam ada kejadian yang sangat mengesankan bagiku. Hahah pengen ketawa jika mengingatnya. Hari itu saya dan ‘Tama’ teman saya, ingin  mengajukan proposal kepada salah satu senior. Sebut saja namanya ‘YE’. Kronologisnya bermula ketika ‘Tama’ memberikan pesan singkat kepada YE bahwa kami berdua ingin silaturrahmi ke tempat beliau. Tetapi bebarapa menit kami menunggu belum juga ada balasan. Kamipun bernisiatif untuk nyamperin beliau ke kantornya langsung. Dan ternyata di sanapun beliau tidak ada. Jadilah kami menunggu. Dan penungguan tersebut. tak sengaja kami juga bertemu dengan senior yang lainnya. Langsung kami bercakap cakap mengeluarkan jurus komunikasi yang menggoda lawan bicara untuk berhenti sejenak dan diakhiri dengan pengajuan proposal dana. Hehe.


Secercah harapan cerah kami terima. Si senior tesebut berjanji untuk membantu pendanaan tersebut tapi tidak bisa langsung karena beliau mungkin sedang tidak membawa ‘sesuatu’ yang sering membuat orang lupa diri itu ‘uang’.

Penantian menunggu kehadiran ‘YE’ masih terus berlanjut. Ketika kami  melihat ke luar dari jendela tak sengaja kami mendapati ‘YE’ menuju ke lokasi. Langsung saja kami bersiap-siap untuk mencegatnya. Hahha itu bahasa yang kami gunakan sebelum terjadi pengalaman ini ‘mencegat’. Yah itulah bahasa yang tepat untuk menggambarkan kelakuan kami saat itu.

Ketika ‘YE’ berjalan di hadapan kami langsung saja kami sambut beliau dengan sapaan akrab yang begitu hangat. “apa kabar pak?” ujar kami. “Alhamdulillah baik”, jawab beliau. Tanpa banyak cincong langsung saja kami sampaikan kehendak kami menemui beliau. “gini pak hari sabtu ini rencana himpunan mau mengadakan pelantikan pengurusan, dan kami mau minta bantuan bapak buat peliputan”. “Oh… saya kasih nomer kantor berita cabang Bogor saja yah..” ujar beliau sembari menunjukkan nomer yang dimaksud dan meminjamkan HPnya. 

“kami juga sekalian mau ngundang bapak juga buat hadir di acara besok” lanjutku.

“saya gak bisa, besok saya ada pertemuan di Bogor kota” kata beliau dengan senyum ramahnya.

Dan Tama pun langsung menyambung obrolan tesebut dengan pengajuan proposal. Disinilah drama pembelajaran itu bermula.

 “dan kita juga mau minta bantuan dana pak buat acara besok"
kata Tama sembari menyodorkan proposal ke ‘YE’. Sontak wajah si bapak berubah mendadak dan berkata

 “sebentar yah..” dan langsung masuk ke dalam ruangan.

Sepeningal ‘YE’ kami berdua baru menyadari bahwa langkah kami yang telah offside. Kami menyadari kelancangan kami yang tidak melihat sikon (situasi dan kondisi). Kami sadar bahwa kami lebih tampak sebagai seorang pengemis yang meminta-minta. Terlihat dengan jelas perubahan yang terjadi pada air muka si ‘YE’. Dan itu hal yang manusiawi. Mungkin kami juga, bahkan setiap orang akan bersikap yang sama. Analoginya ketika kita meminta uang ke orang tua kitapun harus sesuai dengan SOP atau sopan santun terhadap orang tua. Misalkan ibu kita mau kondangan, eh tiba-tiba dengan enaknya kita langsung mencegat beliau dan meminta uang. Mungkin jika ke orang tua masih ada toleransi. Tapi akan lain ceritanya jika yang kita pintai uang adalah orang yang sama sekali tidak mempunya hubungan darah dengan kita kecuali hanya mengandalkan kedekatan historis belaka. 

Dan ketika ‘YE’ keluar ruangan, dilihatnya kami masih setia menunggunya. Dan kamipun langsung menghampirinya. Dan disinilah kami mendapat pelajaran yang biasanya sangat jarang kami dapatkan dari buku-buku terori yang telah usang secara langsung.

“kalian itu yah,, kalo mau nagajukan pendanaan kalian harus melihat dulu situasi dan kondisi. Kalian harus sesuai dengan etika. Orang sedang jalan tiba-tiba kalian cegat lalu kalian beri proposal dan kalian tidak tahu apakah dia sedang isbuk atau tidak, itu namanya tidak sopan. Di Himpunan itu tidak ada yang model beginian dan tata cara pengajuan proposal ke senior itu diajarin di ** 1 . Bukan kaya’ gini. Siapa nama kamu? (dengan suara yang agak tertahan kami jawab pertanyaan beliau) lain kali kalo mau mengajukan proposal kalian ‘bikin janji dulu’ ketemuan baik-baik yah.."  begitulah kurang lebih KULSAM (kuliah satu menit) yang kami dapatkan secara Live.

Di akhir pertemuan langsung kami susun kata-kata untuk membangun kembali citra dari puing-puing kehancuran tersebut. kami minta maaf dan mengakui kesalahan kami secara tulus. Dan kami juga mengakui bahwa kami masih harus banyak belajar.

Sore harinya beliau baru membalasa sms yang kami kirim. “selamat dan sukses buat teman-teman pengurus yang bakal dilantik” dan beliau juga meminta nomer rekening yang bisa dipakai untuk memberikan pendanaan untuk pelantikan tersebut. ini yang paling berkesan dari peristiwa ini. “tidak hanya menuntut tapi juga menuntun”. Dan dari peristiwa tersebut jiwa bersoial kami semakin tersulut. Timbul hasrat untuk bersilaturahmi sesegera mungkin dalam diri kami. Dan satu hal yang perlu menjadi catatan kaki ke depannya, bahwa “Abang itu bukanlah Bank bagi kita” jadi jangan hanya kita butuh dana saja kita silaturrahmi ke pada mereka. Tapi lebih dari pada itu, satu hal yang harus kita gali dari mereka. ‘Pengalaman hidup’


0 komentar:

Post a Comment