Beberapa hari silam ada kejadian
yang sangat mengesankan bagiku. Hahah pengen ketawa jika mengingatnya. Hari itu
saya dan ‘Tama’ teman saya, ingin
mengajukan proposal kepada salah satu senior. Sebut saja namanya ‘YE’.
Kronologisnya bermula ketika ‘Tama’ memberikan pesan singkat kepada YE bahwa
kami berdua ingin silaturrahmi ke tempat beliau. Tetapi bebarapa menit kami
menunggu belum juga ada balasan. Kamipun bernisiatif untuk nyamperin beliau ke
kantornya langsung. Dan ternyata di sanapun beliau tidak ada. Jadilah kami
menunggu. Dan penungguan tersebut. tak sengaja kami juga bertemu dengan senior
yang lainnya. Langsung kami bercakap cakap mengeluarkan jurus komunikasi yang
menggoda lawan bicara untuk berhenti sejenak dan diakhiri dengan pengajuan
proposal dana. Hehe.
Secercah harapan cerah kami terima. Si senior tesebut berjanji untuk membantu pendanaan tersebut tapi tidak bisa langsung karena beliau mungkin sedang tidak membawa ‘sesuatu’ yang sering membuat orang lupa diri itu ‘uang’.
Penantian menunggu kehadiran ‘YE’
masih terus berlanjut. Ketika kami
melihat ke luar dari jendela tak sengaja kami mendapati ‘YE’ menuju ke
lokasi. Langsung saja kami bersiap-siap untuk mencegatnya. Hahha itu bahasa
yang kami gunakan sebelum terjadi pengalaman ini ‘mencegat’. Yah itulah bahasa
yang tepat untuk menggambarkan kelakuan kami saat itu.
Ketika ‘YE’ berjalan di hadapan
kami langsung saja kami sambut beliau dengan sapaan akrab yang begitu hangat.
“apa kabar pak?” ujar kami. “Alhamdulillah baik”, jawab beliau. Tanpa banyak
cincong langsung saja kami sampaikan kehendak kami menemui beliau. “gini pak
hari sabtu ini rencana himpunan mau mengadakan pelantikan pengurusan, dan kami
mau minta bantuan bapak buat peliputan”. “Oh… saya kasih nomer kantor berita cabang
Bogor saja yah..” ujar beliau sembari menunjukkan nomer yang dimaksud dan
meminjamkan HPnya.
“kami juga sekalian mau ngundang
bapak juga buat hadir di acara besok” lanjutku.
“saya gak bisa, besok saya ada
pertemuan di Bogor kota” kata beliau dengan senyum ramahnya.
Dan Tama pun langsung menyambung
obrolan tesebut dengan pengajuan proposal. Disinilah drama pembelajaran itu
bermula.
“dan kita juga mau minta bantuan dana pak buat
acara besok"
kata Tama sembari menyodorkan proposal ke
‘YE’. Sontak wajah si bapak berubah mendadak dan berkata
“sebentar yah..” dan langsung masuk ke dalam
ruangan.
Sepeningal ‘YE’ kami berdua baru menyadari
bahwa langkah kami yang telah offside. Kami menyadari kelancangan kami yang
tidak melihat sikon (situasi dan kondisi). Kami sadar bahwa kami
lebih tampak sebagai seorang pengemis yang meminta-minta. Terlihat dengan jelas
perubahan yang terjadi pada air muka si ‘YE’. Dan itu hal yang manusiawi.
Mungkin kami juga, bahkan setiap orang akan bersikap yang sama. Analoginya
ketika kita meminta uang ke orang tua kitapun harus sesuai dengan SOP atau sopan
santun terhadap orang tua. Misalkan ibu kita mau kondangan, eh tiba-tiba dengan
enaknya kita langsung mencegat beliau dan meminta uang. Mungkin jika ke orang
tua masih ada toleransi. Tapi akan lain ceritanya jika yang kita pintai uang
adalah orang yang sama sekali tidak mempunya hubungan darah dengan kita kecuali
hanya mengandalkan kedekatan historis belaka.
Dan ketika ‘YE’ keluar ruangan,
dilihatnya kami masih setia menunggunya. Dan kamipun langsung menghampirinya.
Dan disinilah kami mendapat pelajaran yang biasanya sangat jarang kami dapatkan
dari buku-buku terori yang telah usang secara langsung.
“kalian itu yah,, kalo mau
nagajukan pendanaan kalian harus melihat dulu situasi dan kondisi. Kalian harus
sesuai dengan etika. Orang sedang jalan tiba-tiba kalian cegat lalu kalian beri
proposal dan kalian tidak tahu apakah dia sedang isbuk atau tidak, itu namanya
tidak sopan. Di Himpunan itu tidak ada yang model beginian dan tata cara
pengajuan proposal ke senior itu diajarin di ** 1 . Bukan kaya’ gini. Siapa
nama kamu? (dengan suara yang agak tertahan kami jawab pertanyaan beliau) lain
kali kalo mau mengajukan proposal kalian ‘bikin janji dulu’ ketemuan baik-baik
yah.." begitulah kurang lebih
KULSAM (kuliah satu menit) yang kami dapatkan secara Live.
Di akhir pertemuan langsung kami
susun kata-kata untuk membangun kembali citra dari puing-puing kehancuran
tersebut. kami minta maaf dan mengakui kesalahan kami secara tulus. Dan kami
juga mengakui bahwa kami masih harus banyak belajar.
Sore harinya beliau baru
membalasa sms yang kami kirim. “selamat dan sukses buat teman-teman pengurus
yang bakal dilantik” dan beliau juga meminta nomer rekening yang bisa dipakai
untuk memberikan pendanaan untuk pelantikan tersebut. ini yang paling berkesan
dari peristiwa ini. “tidak hanya menuntut tapi juga menuntun”. Dan dari
peristiwa tersebut jiwa bersoial kami semakin tersulut. Timbul hasrat untuk
bersilaturahmi sesegera mungkin dalam diri kami. Dan satu hal yang perlu
menjadi catatan kaki ke depannya, bahwa “Abang itu bukanlah Bank bagi kita”
jadi jangan hanya kita butuh dana saja kita silaturrahmi ke pada mereka. Tapi
lebih dari pada itu, satu hal yang harus kita gali dari mereka. ‘Pengalaman
hidup’
0 komentar:
Post a Comment