Sunday 2 August 2015

Wisata Bernama Gramedia



“Membacalah, jika ingin mengenal dunia”. begitulah sebait kalimat yang pernah saya dengar namun lupa siapa yang pernah mengatakannya. Hari ini saya mampir ke Gramedia. Sengaja dengan “nawaitu” yang tidak dibuat buat, “saya ingin membeli buku”. Tanpa mempertimbangkan terlebih dahulu buku karangan siapa dan genre apa yang hendak dibeli, berbekal uang seratus ribu, saya berangkat. Tanpa disadari bahwa inilah yang beberapa jam kemudian membuatku bimbang sepuluh tiang (modifikasi pusing tujuh keliling).

Gramedia yang saya kunjungi berada di dalam mall Botani Square yang lazim kami sebut dengan “Boker”. Padahal singkatan ini sangat tak elok jika disepadankan dengan makna yang sebenarnya. Tak perlulah kiranya disebutkan apa maknanya. Namun berdasarkan pengamatan selama ini, singkatan ini tak sedikitpun mengurangi nilai estetika Mall dengan etalase segala rupa ini. Dia tetap mampu mengeluarkan gaya gravitasi tak kalah hebat dengan bumi, menarik siapa saja untuk melihat-lihat.

Gramedia menjadi destinasi semua usia. Melihat bejibunnya pengunjung, sangkaan bahwa minat baca Indonesia yang kurang, sempat terpatahkan. Dari yang muda sampai tua semuanya tumpah ruah hanyut dalam perburuan buku masing masing. 

Ilmu ibarat hewan buruan, sementara tulisan adalah tali. Maka ikatlah ilmumu dengan tulisan. itulah sebait kalimat penyair Arab yang sangat tenar ketika di pesantren dulu, dan Gramedia adalah tempat pameran ilmu dengan segala rupa itu. Tempat dimana ilmu hasil buruan para penulis ditampilkan. Lengkap dengan segala macam konsentrasi. Inilah ilmu-ilmu yang sempat diikat oleh para pemburu intelektual.

Saya berniat menjelajah dari satu rak ke rak lain. Namun gaya gravitasi dari setiap rak begitu kuat. Baru saja masuk dari pintu utama gramedia, mata saya langsung mengarah pada jejeran buku-buku best seller. Berpindah dari satu buku ke buku yang lain. Melihat covernya saja, saya sudah jatuh hati. Salah satunya, buku Titik Nol yang dikarang oleh agustinus wibowo, salah seorang penulis perjalanan. Buku-bukunya banyak bercerita mengenai petualangannya ke berbagai negara seperti Mongolia, Pakistan, Turkmenistan, Kirgistan dan banyak yang lainnya. 

Gramedia hari ini begitu ramai. Apalagi rak buku komik dan buku pelajaran. Bisa jadi musababnya karena pembukaan ajaran tahun baru. Sehingga pengunjung meningkat drastis. Saya salah satunya. Biasanya, Gramedia selalu menyajikan satu buku yang sudah dibuka bungkusnya agar pengunjung bisa melihat-lihat isinya. Hal ini ditujukan untuk membuat pelaggan tertarik untuk membeli. Namun jika kita mau berlama-lama dan berniat meluangkan waktu berjam-jam, gramedia bisa menjelma menjadi perpustkaan dengan koleksi buku yang baru yang tak terhitung jumlahnya. Inilah yang saya lakukan. 

Melihat satu persatu buku yang menurut saya menarik. Lalu membacanya sekilas dan menjatuhkan pilihan pada buku yang kira-kira memang saya butuhkan. Namun saya bingung. Bukan karena tak menemukan apa yang dicari, tapi ada banyak sekali buku yang rasa-rasanya masuk dalam list kebutuhan saya. Bahkan kebutuhan yang sudah lama terkubur kembali bangkit. 

Yah, sosok itu bernama tafsir Al-Azhar karangan Buya Hamka, Tafsir al Misbah karangan Quraish Syihab, Bulughul Maram berserta terjemahannya, dan Bukua Riyadhus Sholihin. Sederhananya, membaca ke-empat buku tersebut adalah ikhtiar kita untuk memahami pedoman hidup dengan lebih mudah. Al-Qur’an dan Al Hadits.

Pada rak ekonomi, padangan saya melekat pada buku dengan judul “Menuju Indonesia Berdikari”, begitupun dari rak buku filsafat. Ada buku filsafat islam, filsafat ilmu dan sejenisnya. Dari buku tokoh filsafat islam, saya ingin sekali mengenal bagaimana sebenarnya kehidupan tokoh filsafat islam pada zamannya seperti Ibnu Sina, Ibnu Rusy, Ibnu Arabi dan seperti apa kerangka berfikir dalam islam. 

Pada jajaran buku buku best seller, sederatan buku karangan tere liye dan Pramoedya membuat saya berhenti sejenak. Keduanya, melahirkan buku-buku yang banyak peminatnya. Demikian juga buku-buku biografi, dari sosok sebelum masehi sampai yang sedang hits saat ini, semuanya berjejer. Membaca buku biografi seperti membaca pelajaran dan nilai yang hidup. Apalagi jika tokoh dalam buku tersebut sudah kita kenal sebelumnya dan kita mengetahui si tokoh, dia dikenal sebagai apa dan siapa.

Sungguh! Semua buku di atas adalah keinginan yang tidak dibuat-buat. Terbayang suntikan nutrisi nan sedap jika dibaca, namun sayang, akumulasi harganya, belum sepadan dengan amunisi perburuan. Walhasil, saya hanya hijrah dari satu rak ke rak yang lain. Menjajal rasa tulisan hasil racikan para pakar walau sebentar. Bagi kawan kawan yang punya rekomendasi toko buku yang pas dengan kantong mahasiswa, bisalah dibagi alamatnya. hehe
 



Untuk memaksimalkan waktu yang terbatas biasanya, saya akan melihat testimoni di cover belakang. Lalu kata pengatar penulis dan dilanjutkan dengan daftar isi. Setidaknya dari ketiga  hal tersebut kita sudah bisa membayangkan apa kira kira yang akan dibahahas dalam buku ini.  Setiap bab dan sub bab, biasanya sudah menggambarkan peta pembahasan. Jika ada judul yang menggelitik pada sub judul tertentu, baru saya akan membacanya. Semisal judul buku yang membahas “produk Indonesia yang mendunia.” Tentu secara spontan dalam benak kita akan muncul pertanyaan, “memang produk apa saja ya?” inilah modal awal harus kita punya sebelum kita untuk menyerap isinya. Setiap pertanyaan yang menemukan jawaban adalah satu dahaga yang telah terpuaskan. Semakin banyak dahaga yang terpuaskan maka yang jual minuman semakin girang. (Bah! Cam mana pula :D)

Semua pengunjung sedang berusaha mencari buku yang bisa menjawab nafsu intelektual mereka. Mimik muka aneka rupa berseliweran dimana mana. Saat menemukan buku yang dicari, tiba-tiba mencuat gejolak emosi yang mengubah muka datar menjadi bahagia. Mereka dengan girang membawa buku dan bergabung dalam barisan antrean pembayaran di meja kasir. Banyangan tentang percumbuan dengan buku yang baru saja dibeli sudah menanti. Inilah destinasi intelektual bernama Gramedia.

0 komentar:

Post a Comment