Sunday 5 July 2015

Nostalgia Ikappi Ibukota




Jika ditanya tentang pengalaman apa yang paling berkesan bagiku, saya akan menjawab “pengalaman menjadi santri”. Petikan sejarah hidup, mulai dari yang kocak sampai yang roman, tersaji indah dalam kehidupan pesantren. Tak ada habisya jika harus diceritakan semua. Banyak pengalaman berkesan yang terjadi. Dan hari ini adalah momen, dimana sejarah-sejarah masa lalu itu hadir kembali dalam slide show obrolan para alumni santri. Ya, para alumni yang saya maksud adalah kawan-kawan Ikatan Alumni Pondok Pesantren Ittifaqiah (IKAPPI).

Bukan tanpa alasan kami berkumpul ke ciputat, karena memang selain agenda silaturrahmi diselingi juga dengan pergantian kepengurusan. Setiap organisasi pasti melakukan regenerisasi guna melanjutkan pembelajaran kepemimpinan. Sehingga hari reuni ini pun dijadikan sebagai momen untuk memfasilitasi pergantian kepengurusan tersebut.

Dalam perkumpulan kali ini, kami yang ada di Bogor, sengaja datang ke Ciputat, karena disanalah mayoritas para alumni menetap. 

Berkumpul dengan Ikappi, saya merasakan bayang-bayang kehidupan kala nyantri kembali hadir. Suasana keakraban ala pondok menjadi pemantik silaturaahmi. Melihat kembali wajah-wajah santri yang sudah banyak berubah akibat akulturasi ibukota. Inilah para alumni ibukota, lengkap dengan segala rupanya. Sudah menjadi ciri khas dalam setiap reuni yang dilakukan, pasti akan ada pengalaman masa lalu sebagai bumbu penyedapnya. Inilah momen yang paling menyenangkan. Lempar canda bagai bola pimpong. Terus berbalas tanpa habis.

Oh yah, reuni ini dibuka langsung oleh mudir ma’had. Kebetulan beliau dan para ustadz sedang ada di Jakarta. Beliau sempatkan untuk memberikan wejangan atau dalam bahasa santri yang biasa dikenal dengan kalimat wal irsyad (kalo tidak salah).

Sungguh! Dulu ketika di pondok Inilah momen yang paling menjengkelkan. Bukan tanpa alasan. Biasanya, prakata mudir adalah sekat terakhir dunia pondok dan rumah. Belum lagi kami harus mendengarkannya dalam posisi berdiri tegap. Karena selalu disampaikan saat upacara sebelum perpulangan santri menjelang libur panjang. Bah!

Namun entah kenapa hari ini, hari ketika saya sudah tak menyandang indentitas sebagai seorang santri lagi. Saya merasakan, ada kerinduan tersendiri ketika mendengar  kalimat wal irsyad Mudirul ma’had. Saya kira ketika di pondok dahulu, saya belum banyak mengerti apa yang beliau sampaikan. namun tidak untuk saat ini. Saya condongkan badan saya ke depan, sembari mendengarkan dengan khidmat apa yang beliau sampaikan. Menatap sekaligus meresapi kata per kata.

Saya merasakan getaran yang berbeda ketika mendengar kata pengantar mudir kali ini. “bernas” dan juga sarat dengan pesan hikmah. Saya merasakan kembali wibawa dalam setiap untaian kata-katanya. 

Dulu, ketika di pondok, setiap kali mudir hendak berjalan menuju rumahnya, dalam jarak radius 20 meter, para santri sudah geruduk sana-sini mencari tempat berlindung agar terhidar dari tatapannya. I don’t know what is the cause. Saya akui bahwa di pondok, yang mampu menciptakan fenomena ini, hanya beliau. Itu yang saya alami.

Dari prakata yang beliau sampaikan, ada beberapa hal yang menarik untuk disimpan dalam tulisan ini. Perihal perkembangan pembangunan pondok baru-baru ini. Selepas tamat, sudah banyak sekali pembangunan yang berlangsung. Ada kampus A, kampus B, C, dan D. Ada juga sekolah alam. Dimana para santri diajarkan untuk memanfaatkan lahan kosong dengan bercocok tanam dan membuat kolam ikan. 

Dan satu hal lagi!

Ada sebuah akronim yang nampaknya harus menjadi pegangan bagi para alumni demi pondok, yakni D 4 barokah. Datang (silaturrahmi), do’a, dakwah (mensyiarkan), dan Dana. Inilah mantra yang harus disadari para alumni guna memperjelas tujuan dalam menghimpun diri dalam wadah IKAPPI.

Ditulis Ahad, 22 Maret 2015.
Salam hangat!

2 comments: