Jika
ditanya tentang pengalaman apa yang paling berkesan bagiku, saya akan menjawab
“pengalaman menjadi santri”. Petikan sejarah hidup, mulai dari yang kocak
sampai yang roman, tersaji indah dalam kehidupan pesantren. Tak ada habisya
jika harus diceritakan semua. Banyak pengalaman berkesan yang terjadi. Dan hari
ini adalah momen, dimana sejarah-sejarah masa lalu itu hadir kembali dalam
slide show obrolan para alumni santri. Ya, para alumni yang saya maksud adalah
kawan-kawan Ikatan Alumni Pondok Pesantren Ittifaqiah (IKAPPI).
Bukan
tanpa alasan kami berkumpul ke ciputat, karena memang selain agenda
silaturrahmi diselingi juga dengan pergantian kepengurusan. Setiap organisasi
pasti melakukan regenerisasi guna melanjutkan pembelajaran kepemimpinan.
Sehingga hari reuni ini pun dijadikan sebagai momen untuk memfasilitasi
pergantian kepengurusan tersebut.
Dalam
perkumpulan kali ini, kami yang ada di Bogor, sengaja datang ke Ciputat, karena
disanalah mayoritas para alumni menetap.
Berkumpul
dengan Ikappi, saya merasakan bayang-bayang kehidupan kala nyantri kembali hadir.
Suasana keakraban ala pondok menjadi pemantik silaturaahmi. Melihat kembali
wajah-wajah santri yang sudah banyak berubah akibat akulturasi ibukota. Inilah
para alumni ibukota, lengkap dengan segala rupanya. Sudah menjadi ciri khas
dalam setiap reuni yang dilakukan, pasti akan ada pengalaman masa lalu sebagai
bumbu penyedapnya. Inilah momen yang paling menyenangkan. Lempar canda bagai
bola pimpong. Terus berbalas tanpa habis.
Oh
yah, reuni ini dibuka langsung oleh mudir ma’had. Kebetulan beliau dan para
ustadz sedang ada di Jakarta. Beliau sempatkan untuk memberikan wejangan atau
dalam bahasa santri yang biasa dikenal dengan kalimat wal irsyad (kalo tidak
salah).
Sungguh!
Dulu ketika di pondok Inilah momen yang paling menjengkelkan. Bukan tanpa
alasan. Biasanya, prakata mudir adalah sekat terakhir dunia pondok dan rumah. Belum
lagi kami harus mendengarkannya dalam posisi berdiri tegap. Karena selalu
disampaikan saat upacara sebelum perpulangan santri menjelang libur panjang. Bah!
Namun
entah kenapa hari ini, hari ketika saya sudah tak menyandang indentitas sebagai
seorang santri lagi. Saya merasakan, ada kerinduan tersendiri ketika mendengar kalimat wal irsyad Mudirul ma’had. Saya kira
ketika di pondok dahulu, saya belum banyak mengerti apa yang beliau sampaikan. namun
tidak untuk saat ini. Saya condongkan badan saya ke depan, sembari mendengarkan
dengan khidmat apa yang beliau sampaikan. Menatap sekaligus meresapi kata per
kata.
Saya
merasakan getaran yang berbeda ketika mendengar kata pengantar mudir kali ini.
“bernas” dan juga sarat dengan pesan hikmah. Saya merasakan kembali wibawa
dalam setiap untaian kata-katanya.
Dulu,
ketika di pondok, setiap kali mudir hendak berjalan menuju rumahnya, dalam jarak
radius 20 meter, para santri sudah geruduk sana-sini mencari tempat berlindung
agar terhidar dari tatapannya. I don’t know what is the cause. Saya akui bahwa
di pondok, yang mampu menciptakan fenomena ini, hanya beliau. Itu yang saya
alami.
Dari
prakata yang beliau sampaikan, ada beberapa hal yang menarik untuk disimpan
dalam tulisan ini. Perihal perkembangan pembangunan pondok baru-baru ini. Selepas
tamat, sudah banyak sekali pembangunan yang berlangsung. Ada kampus A, kampus
B, C, dan D. Ada juga sekolah alam. Dimana para santri diajarkan untuk
memanfaatkan lahan kosong dengan bercocok tanam dan membuat kolam ikan.
Dan
satu hal lagi!
Ada
sebuah akronim yang nampaknya harus menjadi pegangan bagi para alumni demi
pondok, yakni D 4 barokah. Datang (silaturrahmi), do’a, dakwah (mensyiarkan),
dan Dana. Inilah mantra yang harus disadari para alumni guna memperjelas tujuan
dalam menghimpun diri dalam wadah IKAPPI.
Ditulis Ahad, 22 Maret 2015.
Salam hangat!
Manatap jon
ReplyDeleteManatap jon
ReplyDelete