Habis nyoba nyalain "Motor" |
Walau hanya sebentar berkunjung ke kawasan Pulau Seribu ada banyak pengetahuan baru yang kudapatkan. Setelah kuperhatikan, skill paling mendasar bagi seorang nelayan adalah mengendarai “motor”. Yup, kapal air yang saban hari mereka pakai untuk melaut lebih dikenal sebagai “motor”. Hingga kini, motor air tetap memiliki peran besar dalam menggerakkan denyut nadi masyarakat di sana. Entah itu demi keperluan mencari ikan, perdagangan ataupun pengiriman barang kebutuhan pokok. Lautan adalah jalur utama mobilitas bagi semua penduduk pulau seribu. Bukan sebagai pembatas, mereka memaknai laut justru sebagai penghubung.
Aku sempat melihat dari dekat cara mereka
mengendarai motor. Bahkan kuberanikan untuk mencoba. Sayang, karena tidak
terbiasa, mesinnya gagal menyala. Setelah puas memutar tali pada mesin yang terdapat
dalam tubuh kapal, akhirnya aku menyerah. Belum lagi saat memarkir kapal,
seorang nelayan harus sigap mengarahkan kemudi dengan lincah agar tak
menghantam badan jalan. Oh ya, salah satu bentuk keramahan antar para nelayan,
bisa juga dilihat dari praktik saling menyambut tali kapal saat menepi ke
Darmaga.
Skill mengendalikan kapal sekilas terlihat
gampang, nyalakan mesin dan arahkan tuas sesuai rute perjalanan yang hendak kita
tuju. Setelah menyimak langsung dari nelayan, baru kutahu ternyata kemampuan
ini perlu didukung pengetahuan dasar lainnya.
Berada di lautan lepas, sejauh mata
memandang, semua sudut terlihat sama. Hamparan perairan hanya dibatasi oleh
garis batas antara laut dan langit. Jika tak pandai membaca arah, bisa-bisa
seorang nelayan tak mampu menemukan jalan pulang. Karenanya, kemampuan membaca
jalur adalah skill pendukung bagi seorang nelayan. Baik itu penandai alam yang
terdapat di bawah laut seperti karang, dangkal-tidaknya perairan, ataupun arah
angin yang berhembus bebas di atasnya. Angin laut tak perlu dilawan, asal tahu jenis
dan waktunya berhembus, ia bisa jadi sahabat yang membuat nelayan lebih
produktif. Aih detailnya...
Aku sendiri, jangankan mampu membaca tanda
saat mengendarai kapal, bahkan ketika berenang saja mataku kurang jeli melihat karang. Beberapa
kali kakiku terantuk terumbu karang saat mengapung di perairan Semak Daun. Aku
makin mengerti makna “Pelaut yang tangguh dilahirkan dari ombak yang besar”
dalam arti yang sebenarnya. Sosok demikian pastilah tak hanya pandai mencerna
pesan alam, tapi juga mahir menari dalam badai!
Sekilas, banyak pesan tersirat dalam gurat
para nelayan yang kutemui. Salah satunya Pak Kardi, nelayan yang berasal dari
Pulau Panggang. Hampir sebagian besar hari-harinya dihabiskan dengan melaut.
Baginya, laut adalah mata air rezeki yang amat berarti. Mata pencaharian yang
mereka geluti untuk menyambung hidup sehari-hari. Tentu bagi Pak Kardi dan
nelayan lainnya, makna lautan lebih luas daripada laut itu sendiri. Bukan
sekedar tempat rekreasi sehari-dua hari, atau potensi wisata yang mampu
menongkrak pendapatan daerah. Tapi laut adalah hidup dan mati mereka. Aku
menyaksikan sendiri, betapa sejengkalpun mereka tak pernah memunggungi lautan.
Ibukota yang diselimuti mendung |
Saat ini, permasalahan yang dihadapi nelayan hampir sama dengan masyarakat yang menggantungkan hidup pada pertanian. Wilayah perairan tempat mereka biasa melaut, semakin hari semakin terhimpit oleh kekuatan modal. Tak jarang kita mendengar kisah para nelayan yang harus terusir, karena lokasi yang biasa dijadikan untuk mencari ikan, sudah masuk dalam zona konservasi terumbu karang. Atau cerita nelayan yang tidak lagi bisa berteduh pada satu pulau akibat kepemilikannya sudah beralih pada individu dan pihak swasta. Ah, kenapa kisah-kisah pilu itu selalu saja mengantui orang-orang kecil.
Hari ini, adalah hari terakhir bagiku merasakan deru angin dan ributnya ombak laut. Pagi sekali aku dan seniorku, Qustam pergi meninggalkan perairan Semak Daun dengan menumpang motor air Pak Kardi. Kami akan kembali bertegur sapa dengan suasana metropolitan lengkap beserta polutannya.
Sungguh, menjelahi dan memotret Pulau Seribu adalah pengalaman menyaksikan dengan mata telanjang, perihal mosaik kekayaan alam Indonesia. Upaya memperkaya pengetahuan tentang keberagamaan dimensi kemanusiaan. Realitas kebaharian, orang pulau dengan berbagai persoalan dan harapannya. Mudah-mudahan kita bisa bersua lagi di lain kesempatan. Sampai jumpa!
0 komentar:
Post a Comment