Tuesday 4 February 2020

Program Sea Farming: Percontohan Budidaya Bagi Masyarakat Pesisir

Sumber Gambar: PKSPL-IPB
Jika ada yang bertanya, siapakah yang mengawali budidaya Keramba Jaring Apung (KJA) di kepulauan Seribu, maka barangkali Balai Sea Farming PKSPL-IPB adalah jawabannya. Dimulai tahun 2004, PKSPL menginisiasi kerjasama dengan beberapa pihak termasuk Pemerintah DKI Jakarta dan masyarakat setempat.

Tak bisa dipungkiri, sebagian besar penduduk Kepulauan Seribu menggantungkan kehidupan pada laut. Bahkan sejak lahir, mereka sudah dikenalkan dengan deburan ombak dan mendengar langsung deru angin laut. Ingatan masa kecil mereka adalah himpunan kisah antara manusia dan geliat alam pesisir. Wajar jika di banyak kesempatan, mereka menamai identitasnya sebagai orang "Pulo".

Saat melintasi beberapa kawasan di kepulauan Seribu, aku melihat kapal-kapal nelayan yang tersanggat di Darmaga. Begitupun ketika menyebrang ke Pulau Panggang, terlihat motor air yang lalu lalang di tengah perairan. Mereka asik dengan aktivitas melautnya. Betapa hamparan laut merupakan ruang hidup yang sudah menjadi bagian tak terpisahkan dari mereka.

Aku teringat ucapan kawanku, seorang peneliti di kampus IPB, "Pemerintah kadang salah kaprah. Demi melindungi karang dan ekosistem lautan, mereka kerap memberlakukan batas-batas zona kawasan bagi masyarakat. Dalihnya konservasi. Eko-sentris sekaligus abai terhadap ruang aktivitas nelayan yang makin terbatas," ucapnya.

Sebelum budidaya air laut marak seperti sekarang, nelayan kepulauan Seribu masih mengandalkan ikan tangkapan dengan gaya lama. Pergi melaut dengan seperangkat alat berupa jaring, bubu dan pancing. Tak jarang, ada juga yang mengunakan potas agar tangkapan lebih banyak dan mudah. Kawanku mengistilahkannya dengan nelayan pemburu.

Namun tidak paska adanya Balai Sea Farming. Saat dibuka 2004 silam, Program budidaya air laut ini melibatkan puluhan masyarakat pesisir sebagai anggota. Lambat laun mereka belajar bagimana cara memaksimalkan lautan dengan proses budidaya. Tanpa perlu melaut seharian, tanpa perlu terdesak oleh aturan konservasi, mereka dengan leluasa memanen hasil budidadaya.

Sejak berdiri, Balai Sea Farming sudah melakukan percontohan budidaya Ikan Kerapu, Ikan Kakap Putih dan Udang Vanname. Dalam waktu dekat, bakal menyusul percontohan budidaya lobster di kawasan Pulau Panggang.

Hingga kini, berkat pendampingan yang diberikan Sea Farming, masing-masing anggota sudah mulai melakukan budidaya hasil laut secara mandiri. Di beberapa kawasan perairan laut dangkal yang tersebar di kepulauan Seribu, terlihat Keramba Jaring Apung milik masyarakat setempat.

Bisa dikatakan, proses budidaya ikan di lautan lepas adalah titik temu antara program konservasi perairan tanpa perlu menanggalkan ruang hidup masyarakat pesisir.

Terlepas asumsi ikan di laut yang tidak akan habis, aku pribadi lebih mengacu pada pemahaman, apapun itu pasti ada batasnya. Termasuk ikan dan biota lainnya. Jika diambil terus menerus pasti ludes juga. Nah, proses budidaya ikan adalah jalan memaksimalkan sumber daya kelautan.

Ikan Pari Masuk Bubu
Saat bertandang ke Perairan Semak Daun, Aku berkesempatan melihat langsung proses budidaya ikan kerapu di Balai Sea Farming. Ada ribuan Kerapu jenis Cantang dengan ukuran rata-rata 18 centimeter. Perlu waktu tujuh bulan agar siap panen untuk ukuran 500 gram. Harganya kisaran Rp. 320.000/Kg. Tinggal kalikan saja semua jumlah ikan dengan harga jual. Omsetnya menggiurkan bos!

Berdiri di atas Keramba yang mengapung di atas lautan, membuatku tertantang untuk merasakan langsung sensasi berenang di laut lepas. Dengan bermodal kamacamata renang milik Atilah, Teknisi PKSPL-IPB yang tinggal di Balai Sea Farming, Bbyuuurrr!

Sayangnya, karena peralatan kurang lengkap, aku tak bisa leluasa menyelam lebih dalam. Telingaku pekak. Nafas juga tidak kuat. Walau demikian, beberapa terumbu karang sempat juga kusaksikan. Setidaknya, pengalaman yang secuil itu bisa menambah sudut pandang kebaharianku. Setelah puas menyelam, aku langsung tancap gas ke balai penginapan, makan ikan Pari.

0 komentar:

Post a Comment