Sepakbola bisa jadi olahraga paling populer di daratan Asia dan Benua Eropa, tapi tidak di Amerika Serikat. Di Negeri Paman Sam, sepakbola hanya menempati urutan kelima olahraga paling banyak ditonton. Lantas, cabor apa yang paling banyak digemari?
Jawabnya, American Football. Walaupun sama-sama mengunakan
istilah football, tapi di Amerika berbeda. Masyarakat disana lebih familiar
menyebutnya dengan Soccer untuk sepakbola yang kerap kita terjemahkan dengan
kata football.
Saya tidak bermaksud mengulas lebih jauh perbedaan keduanya.
Atau menceritakan mana yang lebih seru antara satu dan yang lain. Saya hanya
ingin mengulas film berjudul Concussion (Gegar Otak).
Ini bukan film tentang sepakbola Amerika, tapi tentang
kemanusiaan. Dibuat berdasarkan kisah nyata. Bercerita tentang seorang ilmuan
bernama Dr. Bennet Omalu. Dia adalah imigran kerkulit hitam yang harus
berhadapan dengan company global.
Penelitiannya memantik konflik besar melawan raksasa Amerika
Serikat, National Football League (NFL). Sebuah organisasi penyelenggara
kompetisi sepak bola Amerika.
Sebagai olahraga yang digandrungi banyak orang, jelas
American Football juga menjadi sektor bisnis yang menggiurkan. Ada banyak
perputaran uang di dalamnya. Semacam dongkrak perekonomian yang mendatangkan
keuntungan berlimpah bagi banyak pihak.
Namun fakta yang tidak bisa disembunyikan, ada banyak pemain
profesional American Football yang mengakhiri hidup dengan bunuh diri. Satu
waktu, saat Bennet Omalu bertugas mengautopsi salah satu mayat bersangkutan, ia
menemukan jika penyebabnya adalah benturan kepala yang kerap terjadi pada
olahraga sepakbola.
Lihat saja tiap pertandingannya. Ada banyak tabrakan tubuh
antar pemain. Sekalipun sudah pakai helm, itu hanya melindungi kepala, tidak
dengan efek gegar yang menghantam otak. Bennet lalu menciptakan alat pendeteksi
yang mampu mengukur dampak tabrakan. Walhasil ia sampai pada kesimpulan jika
olahraga tersebut adalah mesin pembunuh jangka panjang. Ia mampu memberikan
penjelasan dengan rasional lengkap dengan pendekatan sainsnya.
Penemuan tersebut membawanya pada perlawanan dengan
konspirasi penguasa dan pengusaha setempat. Sebagai ilmuan kelas dua (red.
Imigran) ruang geraknya terbatas. Kiprah dan karirnya diboikot. Keluarga
diteror sana-sini, bahkan sampai ancaman pembunuhan. Hingga akhirnya ia
memutuskan untuk pindah ke kota lain.
Sebetulnya penemuan Bennet bisa saja langsung dipercayai
oleh publik, tapi karena NFL bersekongkol dengan pemerintah Amerika,
penelitiannya baru diterima setelah tiga tahun kemudian. Tepatnya saat salah
seorang petinggi NFL, juga pensiunan America Football meninggalkan wasiat agar
otaknya diberikan pada Bennet untuk diteliti sebelum mengakhiri hidupnya dengan
bunuh diri.
Ternyata apa yang ditemukan oleh Bennet sudah menjadi
rahasia umum di kalangan dokter. Namun tak banyak dari mereka yang berani
mengambil sikap untuk menentang. Mereka takut melawan arus. Lebih nyaman hidup
dalam kerumunan sekalipun berselimut kebohongan.
Dr. Bennet Omalu mengajarkan kita agar berkomitmen pada
kebenaran. Ilmu saja tidak cukup, tapi harus bernyali. Siap bereksperimen
dengan nasib dan sains. Sebab tugas pengetahuan adalah menyingkap tabir
kegelapan. Memperjelas keadaan dan menghilangkan kepandiran. Bukan sebatas
menyala, lalu mati tanpa menerangi apa-apa.
0 komentar:
Post a Comment