Sebagai seorang muslim tentu pikiran, perkataan dan perilaku kita harus memantulkan nilai-nilai islam juga. Islam yang dikenal sebagai agama dengan ajaran yang kompherensif dan universal, menjadi pilihan mutlak bagi seorang muslim. Komphrensif berarti merangkum seluruh aspek kehidupan. Termasuk di dalamnya mengenai bersikap dan berpikir dalam ekonomi. Universal berarti relevan di setiap waktu hingga akhir zaman.
Ekonomi
merupakan sikap dan perilaku manusia dalam memenuhi kebutuhannya dengan sumber
daya yang ada. Jika itu ekonomi islam, maka perilaku memenuhi kebutuhan
tersebut berdasarkan dengan nilai-nilai yang terkandung dalam ajaran islam. Sehingga
bagi seorang muslim sudah seharusnya, mengamalkan ekonomi islam secara sadar
sebagai amalan dari islam dalam menjalani kehidupan sehari-hari.
Di tanah air,
ekonomi islam lebih dikenal dengan istilah ekonomi syariah. Istilah syariah
disini menggantikan kata islam, bank islam menjadi bank syariah, asuransi islam
menjadi asuransi syariah, pegadaian islam menjadi pegadaian syariah dan
sebagainya.
Berbicara
mengenai ekonomi syariah, maka kita tidak bisa terlepas dari sektor riil yang
dikembangkan secara syariah sperti makanan halal, pariwisata syariah dan sebagainya. Spektrum ekonomi syariah sangat luas, karena dia
membahas perilaku manusia, hingga tidak hanya terkungkung mengenai industri
keuangan semata, namun juga merambah pada sektor lain.
Namun, Pembahasan
ekonomi syariah saat ini, masih didominasi dengan pembahasan industri keuangan
seperti perbankan, pasar saham, asuransi, dll. Wajar saja, karena geliat ekonomi
syariah di tanah air dimulai dari kemunculan industri keuangan, khususnya
perbankan. Mengutip perkataan Yulizar D. Sanrego, dalam bukunya Falsafah
Ekonomi Islam, alasan
mengapa perbankan mendapat porsi pembahasan yang dominan, karena perbankan
merupakan salah satu perangkat sistem moneter global plus fiat money, yang menghancurkan mayoritas negara dunia ketiga. Sebuah sistem yang menjadi denyut nadi tulang punggung negara abad ini.
Permulaan Ekonomi Syariah
Lahirnya
bank syariah di tanah air tidak bisa
dilepaskan dari peran ulama dan tokoh-tokoh islam. Pada awal tahun
1990-an Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyelenggarakan pelatihan mengenai bank
tanpa riba, kemudian dilanjutkan pembentukan tim kecil sebagai awal pembentukan
bank syariah pertama di Indonesia. Sehingga lahirlah bank Muamalat sebagai
pelopor perbankan syariah pertama di Indonesia. Inilah, yang kemudian mempengaruhi
lahirnya bank-bank islam di Indonesia di kemudian hari.
perkembangan
perbankan syariah di tanah air sangat terbantu melalui peran ulama. Dalam
kepengurusan MUI ada sebuah lembaga yang bernama Dewan Syariah Nasional (DSN)
yang menjadi pijakan operasional pengembangan perbankan syariah di tanah air.
Inilah lembaga penyokong dasar-dasar bank syariah melalui pengaturan dan pembuatan
hukum berlandaskan literatur islam.
Bank syariah
semakin menemukan momentumnya ketika terjadi krisis tahun 1998-an. Terbukti,
bank Muamalat berhasil bertahan dengan prinsip syariahnya. Krisis ekonomi
tersebut membuat banyak bank ditutup. Dari 240 bank yang ada sebelum krisis
monenter, hanya tinggal 73 bank yang dapat bertahan tanpa bantuan pemerintah,
bank Muamalat salah satunya. Walaupun tidak bisa dipungkiri, Bank Muamalat juga
mengalami kerugian. Namun disini menjadi ajang pembuktian bahwa bank syariah
mampu bertahan dalam menghadapi krisis dibanding bank lainnya. Dalam hal ini
bank konvensional. Sekalipun tanpa suntikan dana pemerintah.
Memanfaatkan Momentum
Sudah jamak
kita ketahui bersama bahwa Indonesia merupakan negara dengan penduduk muslim
terbesar di dunia. Setidaknya, ini bisa menjadi modal awal untuk menjadikan
Indonesia sebagai pusat penerapan ekonomi syariah di dunia. Ekonomi yang bertitik
tolak dari nilai-nilai islam seperti keadilan, pemerataan kekayaan, tolong
menolong, dan saling menguntungkan, sudah sewajarnya mengejawantah dalam
perekonomian Indonesia.
Jangan
sampai predikat sebagai muslim mayoritas dunia ini, malah kemudian menjadi
alasan negara jiran, seperti Singapore untuk menjadi pusat perbankan syariah
dunia, hanya karena berdekatan dengan negara Indonesia.
Secara
kultur, nilai-nilai bangsa kita sudah menganut sistem ekonomi syariah. Di
perkampungan ada yang dikenal dengan namanya “paruan”. Jika pemilik lahan
menyediakan lahan dan bibit, maka hasil pertaniannya dibagi sama-rata, antara pemilik
lahan dan penggarap mendapatkan seperdua dari hasil garapan. Jika pemilik lahan
hanya menyediakan lahan, sementara bibit dan pupuk dari pengarap, maka pembagiannya,
untuk penggarap dua pertiga dan pemilik lahan sepertiga. Bukankah ini mirip
dengan prinsip bagi hasil pada ekonomi syariah?
Selain itu,
bangsa kita juga dikenal dengan bangsa yang menganut ekonomi pancasila, dengan
prinsip gotong royong yang menjadi ciri khasnya. Bukankah ini juga mirip dengan
prinsip Ta’awun dan Takaful dalam ekonomi syariah, yakni
ekonomi yang didasari oleh sifat tolong menolong dan bergagi beban antar sesama
masyarakat.
Kita semua tentu
berharap fenomena diatas bisa menjadi nilai tambah dalam mengembangkan ekonomi
syariah di Indonesia. Tinggal bagaimana cara kita membumikan nilai-nilai itu,
agar terasa kebermanfaatannya. Wallahu a’lam
Bishhowab.
I like it mas John :)
ReplyDeleteMari brkrya yg laik dibc dunia.
siap, mokasih kak. heheh
ReplyDeleteoke mari kak, :D