Jika berbicara ekonomi syariah,
Ada tiga hal yang menjadi ujung tombak pertumbuhannya, yakni industri keuangan,
makanan, dan gaya hidup. Melalui industri keuangan, kita bisa melihat betapa
pesatnya pertumbuhan perbankan syariah di tanah air. Bagai jamur yang tumbuh
subur setelah hujan, ia pemain yang mulai diperhitungkan di kancah nasional.
Pada sektor makanan, animo
masyarakat juga semakin tinggi terhadap produk halal. Bahkan konsumsi penduduk
dunia untuk produk halal, semakin meningkat dari hari ke hari. Terakhir,
pertumbuhan ekonomi syariah melalui gaya hidup. Lihatlah trend yang berkembang
saat ini. Hijab sudah menjadi bagian dari gaya hidup modern. Tidak hanya itu,
produk kecantikan yang berlabel halal juga sudah menarik minat kaum hawa
membelinya agar tampil cantik. Inilah alasan mengapa kita harus senantiasa
optimis dalam memangku lokomotif perkembangan ekonomi syariah.
Dari ketiga sektor tadi mari
kita bercakap-cakap menganai poin yang kedua, yakni potensi produk halal di
indonesia.
Indonesia adalah negara dengan
penduduk muslim terbanyak di dunia. Maka wajar jika kita berpotensi besar
menjadi pusat produk halal serta menjadi rujukan pembelajaran bagi
negara-negara internasional. Sebut saja India misalnya, yang sudah mulai intim
membangun komunikasi dengan ulama-ulama Indonesi untuk belajar sertifikasi
halal. Dari realitas ini bisa disimpulkan bahwa kita mempunyai peluang untuk
melakukan penetrasi ekspor produk halal ke pasar-pasar dunia.
Akhir-akhir ini konsumsi dunia
terhadap produk halal juga mulai meningkat. Tercatat pada tahun 2012 pangsa
pasar makanan dan minuman halal mencapai 16,6 persen dari total pasar dunia
sebagaimana dilansir dalam majalah Mysharing. (11/08/2014) Pada tahun 2018
diprediksi bahwa produksi halal global akan mencapai 17,4 persen dari total
konsumsi dunia. Tentu hal ini menjadi pertanda baik bagi penggiat ekonomi
syariah, lebih-lebih para pengusaha yang bergerak di bidang produk halal. Lalu
dimana posisi Indonesia saat ini?
Pionir atau Target Pasar?
Populasi masyarakat muslim yang
tersebar di dunia merupakan anugerah tersendiri. Setidaknya ini merupakan
peluang syiar yang menjanjikan terutama bagi Indonesia selaku penyandang negara
dengan penduduk muslim terbesar di dunia. berangkat dari fakta ini, idealnya
Indonesia pastilah sosok pioner tangguh sebagai penggerak ekonomi produk halal.
Namun realita berbicara lain. Secara persentase Indonesia masih kalah jauh
dibanding negeri Jiran, Malaysia dalam mengembangan sertifikasi produk halal.
Sampai saat ini produk yang bersertifikasi halal di Indonesia masih berkisaran
di angka 20 persen, sementara Malaysia sudah menyentuh angka 90 persen. Ini
menjadi kabar buruk bagi kita semua. Belum lagi kita akan menghadapi Masyarakat
Ekonomi Asean (MEA) yang mulai diberlakukan akhir tahun 2015 nanti.
Bukan
hendak mendramatisasi. Saat ini seluruh dunia sedang melirik Indonesia sebagai
pasar empuk. Bagai kerling ‘batu akik’ yang berkilau, semua mata jelalatan
penuh hasrat untuk memilikinya. Perlu diketahui bahwa ekonomi Indonesia adalah
penentu dalam gelanggang MEA nanti. Mengingat Indonesia memiliki potensi pasar 40%
dari total pangsa pasar ekonomi negara-negara ASEAN. Bila kita tidak
mempersiapkannya secara matang, maka kita hanya akan menjadi sasaran empuk
dalam arus MEA nanti. Sudah sewajarnyalah Indonesia harus menjaga pangsa
pasarnya agar tidak diobrak-abrik berbagai produk asing.
Kita bisa melihat bagaimana
Restoran siap saji asing yang ada di Indonesia sudah mulai berbenah. Restoran
seperti KFC, McDonald dan sejenisnya sudah mulai meneggunaka sertifikasi halal
untuk menarik konsumen muslim. Inilah contoh kecil bahwa pertarungan dalam
pasar produk halal sudah dimulai. Sekali lagi, tidak bisa dipungkiri bahwa
Indonesia adalah pasar potensial. Kalau pelaku usaha lokal tidak buru-buru
bergerak, pangsa pasar Indonesia akan diambil oleh negera lain.
Dukungan Pemerintah
Peran pemerintah selaku
pemangku kebijakan sangat dibutuhkan. Karena memang untuk itulah mereka
dihadirkan. Dalam menghadapi pasar bebas nanti, musti ada proteksi dan dukungan
pemerintah terhadap pengusaha-pengusaha lokal sepenuhnya.
Acapkali yang menjadi hambatan bagi pengusaha
lokal, khususnya Usaha Mikro Kecil menengah (UMKM) yang begerak dalam sektor
produk pangan halal sendiri, adalah biaya yang tidak sebanding dengan
pendapatan, untuk mendapatkan sertifikasi halal resmi. Perlu ada kebijakan yang
mengatur kemudahan dalam mendapatkan sertifikasi halal tersebut. Bila perlu
digratiskan. Hal ini ditujukan untuk melindungi pengusaha lokal dari
pertarungan pasar bebas nanti. Sebaliknya, bagi pengusaha asing yang hendak
masuk ke pasar Indonesia, musti mengeluarkan biaya yang lebih besar dibanding
pengusaha lokal. Karena seperti itu, maka pasar Indonesia akan diobrak abrik
oleh produk asing. Inilah yang dinamakan dengan service excellent untuk
rakyat. Wallahu a’lamu Bishowab
0 komentar:
Post a Comment