Tuesday, 16 June 2015

Potensi Produk Halal Dalam Gelanggang MEA

 
Jika berbicara ekonomi syariah, Ada tiga hal yang menjadi ujung tombak pertumbuhannya, yakni industri keuangan, makanan, dan gaya hidup. Melalui industri keuangan, kita bisa melihat betapa pesatnya pertumbuhan perbankan syariah di tanah air. Bagai jamur yang tumbuh subur setelah hujan, ia pemain yang mulai diperhitungkan di kancah nasional.

Pada sektor makanan, animo masyarakat juga semakin tinggi terhadap produk halal. Bahkan konsumsi penduduk dunia untuk produk halal, semakin meningkat dari hari ke hari. Terakhir, pertumbuhan ekonomi syariah melalui gaya hidup. Lihatlah trend yang berkembang saat ini. Hijab sudah menjadi bagian dari gaya hidup modern. Tidak hanya itu, produk kecantikan yang berlabel halal juga sudah menarik minat kaum hawa membelinya agar tampil cantik. Inilah alasan mengapa kita harus senantiasa optimis dalam memangku lokomotif perkembangan ekonomi syariah. 

Dari ketiga sektor tadi mari kita bercakap-cakap menganai poin yang kedua, yakni potensi produk halal di indonesia. 

Indonesia adalah negara dengan penduduk muslim terbanyak di dunia. Maka wajar jika kita berpotensi besar menjadi pusat produk halal serta menjadi rujukan pembelajaran bagi negara-negara internasional. Sebut saja India misalnya, yang sudah mulai intim membangun komunikasi dengan ulama-ulama Indonesi untuk belajar sertifikasi halal. Dari realitas ini bisa disimpulkan bahwa kita mempunyai peluang untuk melakukan penetrasi ekspor produk halal ke pasar-pasar dunia.

Akhir-akhir ini konsumsi dunia terhadap produk halal juga mulai meningkat. Tercatat pada tahun 2012 pangsa pasar makanan dan minuman halal mencapai 16,6 persen dari total pasar dunia sebagaimana dilansir dalam majalah Mysharing. (11/08/2014) Pada tahun 2018 diprediksi bahwa produksi halal global akan mencapai 17,4 persen dari total konsumsi dunia. Tentu hal ini menjadi pertanda baik bagi penggiat ekonomi syariah, lebih-lebih para pengusaha yang bergerak di bidang produk halal. Lalu dimana posisi Indonesia saat ini?

Pionir atau Target Pasar?

Populasi masyarakat muslim yang tersebar di dunia merupakan anugerah tersendiri. Setidaknya ini merupakan peluang syiar yang menjanjikan terutama bagi Indonesia selaku penyandang negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia. berangkat dari fakta ini, idealnya Indonesia pastilah sosok pioner tangguh sebagai penggerak ekonomi produk halal. Namun realita berbicara lain. Secara persentase Indonesia masih kalah jauh dibanding negeri Jiran, Malaysia dalam mengembangan sertifikasi produk halal. Sampai saat ini produk yang bersertifikasi halal di Indonesia masih berkisaran di angka 20 persen, sementara Malaysia sudah menyentuh angka 90 persen. Ini menjadi kabar buruk bagi kita semua. Belum lagi kita akan menghadapi Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) yang mulai diberlakukan akhir tahun 2015 nanti.

Bukan hendak mendramatisasi. Saat ini seluruh dunia sedang melirik Indonesia sebagai pasar empuk. Bagai kerling ‘batu akik’ yang berkilau, semua mata jelalatan penuh hasrat untuk memilikinya. Perlu diketahui bahwa ekonomi Indonesia adalah penentu dalam gelanggang MEA nanti. Mengingat Indonesia memiliki potensi pasar 40% dari total pangsa pasar ekonomi negara-negara ASEAN. Bila kita tidak mempersiapkannya secara matang, maka kita hanya akan menjadi sasaran empuk dalam arus MEA nanti. Sudah sewajarnyalah Indonesia harus menjaga pangsa pasarnya agar tidak diobrak-abrik berbagai produk asing.

Kita bisa melihat bagaimana Restoran siap saji asing yang ada di Indonesia sudah mulai berbenah. Restoran seperti KFC, McDonald dan sejenisnya sudah mulai meneggunaka sertifikasi halal untuk menarik konsumen muslim. Inilah contoh kecil bahwa pertarungan dalam pasar produk halal sudah dimulai. Sekali lagi, tidak bisa dipungkiri bahwa Indonesia adalah pasar potensial. Kalau pelaku usaha lokal tidak buru-buru bergerak, pangsa pasar Indonesia akan diambil oleh negera lain.

Dukungan Pemerintah

Peran pemerintah selaku pemangku kebijakan sangat dibutuhkan. Karena memang untuk itulah mereka dihadirkan. Dalam menghadapi pasar bebas nanti, musti ada proteksi dan dukungan pemerintah terhadap pengusaha-pengusaha lokal sepenuhnya.

Acapkali yang menjadi hambatan bagi pengusaha lokal, khususnya Usaha Mikro Kecil menengah (UMKM) yang begerak dalam sektor produk pangan halal sendiri, adalah biaya yang tidak sebanding dengan pendapatan, untuk mendapatkan sertifikasi halal resmi. Perlu ada kebijakan yang mengatur kemudahan dalam mendapatkan sertifikasi halal tersebut. Bila perlu digratiskan. Hal ini ditujukan untuk melindungi pengusaha lokal dari pertarungan pasar bebas nanti. Sebaliknya, bagi pengusaha asing yang hendak masuk ke pasar Indonesia, musti mengeluarkan biaya yang lebih besar dibanding pengusaha lokal. Karena seperti itu, maka pasar Indonesia akan diobrak abrik oleh produk asing. Inilah yang dinamakan dengan service excellent untuk rakyat. Wallahu a’lamu Bishowab

0 komentar:

Post a Comment