Thursday, 6 June 2019

Gempuran Modernitas

Usai Nyadap Karet
Berat memang, merelakan pemahaman yang sudah kadung melekat secara turun temurun, harus kalah oleh gempuran arus baru sebagai sebuah keniscayaan. Gesekan antar keduanya, kadang begitu menyakitkan. Kita dihadapkan pada persimpangan dilematis, menolak dan terggerus, atau menerima namun terbawa arus. Tanpa disadari, pribadi kita acapkali jadi medan pertempuran antara nilai nilai konservatif dan modernitas.

Gempuran modernitas datang dari segala arah. Hidup tanpanya, bagai fases onta di antara pasir padang sahara. Asing dan terbuang. Bila dihisap pusaran angin puting beliung pun, orang tak ambil pusing. Kehadiran modernitas akan menggilas orang orang yang melawannya.

Ah, modernitas. Orang bilang kau sebuah keniscayaan yang tak bisa ditawar. Siapa sebetulnya yang dimaksud orang orang modern itu? Betulkah mereka yang mampu menyebutkan merek gawai terbaru, tampil bergaya dengan pakaian brand terkenal, khotam luar kepala referensi tempat nongki paling hits. Jelas bukan. Sama sekali bukan mereka.

Entah kenapa, yang kuperhatikan, pemaknaan modernitas hari ini selalu membawa alur berpikir manusia pada jalur jalur praktis. Mengalirkan arus kehidupan pada pilihan-pilihan pragmatis. Tanpa melihat lebih dulu secara utuh realitas yang terkikis habis. Mengakibatkan keberagaman beralih menjadi penyeragaman, bahkan mendekati kepunahan.

Alih alih, menjadi masyarakat yang terbuka terhadap setiap pemikiran dan tindakan maju, yang kita sebut modern hari ini malah memperlihatkan manusia dengan daya konsumtif yang mengakar sampai ke anak cucu. Candu yang terlalu. Pada akhirnya, hampir sebagian besar umat manusia adalah sasaran empuk produk produk terbaru. Tanpa pernah diberi pemahaman untuk menghasilkan produk secara mandiri.

Modernitas yang dilumuri keserakahan akan melahirkan monopoli tiada akhir. Hegemoni sistem yang membelai fisik nurani sampai mati. Meninabobokkan kesadaran seperti manusia tak punya akal pikiran. Langgeng abadi sampai akhir zaman. Tanpa percikan cahaya perlawanan, panjang umur kapitalisme!

Wait, tunggu dulu! Apa itu Modernitas? Bagaimana sistem kapitalisme bekerja? Tau ah... Gelap!

Baca juga : Homo Homini Lupus


0 komentar:

Post a Comment