Sunday 16 March 2014

Islam Kultural Kiai Dahlan



Postingan kali ini merupakan resume dari hasil bacaan saya dalam buku "islam kultural kiai Dahlan" yang dikarang oleh Abdul Munir Mulkhan, Guru besar UIN Sunan Kalijaga dan Pengamat Sosial Keagamaan. Dibawah ini beberapa poin yang saya dapatkan dari buku tersebut.

Cobalah sekali kali untuk keluar dari tempurung dan melihat dinamika pergerakan dengan kaca mata yang lebih luar bukan berlandaskan kebenaran parsial ala pribadimu. Di tengah kemajuan zaman yang semakin pesat ini, perkembangan manusia merupakan salah satu perubahan yang tidak bisa terelakkan. Sehingga menuntut kita untuk mengubah cara kita dalam berdakwah. Jika selama ini sangat identik dengan metode strukturalisasi dengan menekankan pendekatan kekuasaan atau politik yang lebih mengarah pada pedekatan hukum legal, maka di era sekarang kita harus berhijrah ke strategi dakwah jamaah atau lebih akrab dengan sapaan dakwan secara cultural._____

Pada masanya kiai Dahlan merupakan sosok kiai yang dikenal dengan kiai liberal dan kia kafir karena tindakannya yang sangat bertentangan dengan tradisi saat itu. Namun apa yang dianggap liberal dahulu sekarang malah sudah dianggap biasa bila tidak dikatakan menjadi sebuah tradisi yan apabila ditingalkan malah kelihatan tabu. Diantarannya pembangunan tempat-tempat ibadah dipusat pusat keramaian seperti pasar, terminal, tempat kerja dan sebagainya. Atau dalam bentuk pendobrakkan tradisi pendidikan dimana kiai Dahlan sebagai pelopor meamasukkan pelajaran agama di sekolah sekolah umum. Begitupun dalam hal berjilbab. Pada masa Kiai Dahlanlah, jilbab mulai menjadi tradisi dikalangan umat islam Indonesia. Adapan sejarah terjunnya perempuan dalam ranah public bukan barang baru dalam sejarah islam. Dalam suatu riwayat pernah Siti aisyah, sitri nabi terjun memimpin perang. Tentu hal ini buan tanpa kesadaran teoligis karena peristiwa ini terjadi pada zaman nabi. Nampaknya harus ada pembaharuan dalam memaknai tafsir klasik dalam menjawab tantangan global.___

Kebanyakan dari kita seringkali lupa menyadari dasar dari sebuah keputusan diambil. Kita menjadi terlalu miskin dalam berinisiatif dan kita biasanya hanyut dalam buaian keputusan yang diambil pendahulu kita. Hal ini bisa kita lihat dari tradisi Muhammadiyah. Diawal berdirinya, semangat untuk melakukan pembaruan malah pudar digilas oleh symbol. Pembaruan hanya dimaknai ketika hanya mampu mendirikan sekolah dasar sampai perguruan tinggi namun kurikulumnya manut ke diknas tanpa pambaruan tradisi seperti yang dilakukan oleh kiai dahlan. Nampaknya harus ada wacana revolusi kebudayaan organisasi. Harus ada proses yang mengarah pada penggalian nilai-nilai histori awal mula berdirinya suatu lembaga tempat dimana kita bernaung. Sehingga menjadi jelas alasan mempelajari ilmu sejarah, yakni untuk mendalami semangat sejarah itu sendiri. Dan satu hal yang hurus diingat oleh warga Muhammadiyah bahwa awal berdirinya merupakan lembaga yang bergerak di bidang social budaya. Sehingga rasa ketertinggaln dari NU karena dari kalangan mereka sudah ada yang pernah menjadi presiden harus dihilangkan dengan berkaca kembali pada sejarah berdirinya Muhammadiayh. Dan indikator kemunduran Islam secara keseluruhan juga bisa dilihat dari kawula mudanya. Dimana minat baca mereka sangat kurang pada hal hal yang berbau tradisisonal seperti kitab kuning dan hasrat mereka juga kurang terangsang dengan keilmuan modern yang biasanya berumber dari Barat._____


0 komentar:

Post a Comment