Sunday 15 February 2015

Mengapa Harus Perkuat Literasi?

 
 
Maju mundur pendidikan suatu negara bisa dilihat dari budaya literasi mereka. Karena budaya literasi menjadi indikator bagi perkembangan dan inovasi ilmu pengetahuan. Yunani merupakan peradaban besar yang masih bisa dilacak keberadaannya di abad 21, berkat budaya literasi yang mereka pelihara tempo dulu. 

Kegiatan literasi yang dibahasakan sebagai aktifitas membaca dan menulis (Haryanti, 2014), sangat erat kaitannya dengan akal-budi. Dari membaca kita akan mendapatkan pengetahuan yang baru, pengayaan sudut pandang, untuk kemudian di ejawantahkan dalam kehidupan sehari-hari. Dan menulis menjadi cara untuk menangkap ide-ide kreatif.

Berdasarkan hasil penelitian Programme for International Student Assessment (PISA) menjelaskan, literasi Indonesia pada tahun 2012 menempati urutan ke-64 dari 65 negara yang diteliti. Ini menjadi pertanda bahwa harus ada kerja untuk memperbaiki budaya literasi Indonesia.

Salah satu akar dari literasi adalah budaya membaca. Membaca bukan hanya sekedar melafalkan huruf dalam objek bacaan, tetapi lebih kepada kegiatan jiwa untuk mengolah bahan bacaan. Memikirkan nilai apa yang terkandung di dalamnya, apa dampaknya, lebih-lebih manfaat dari proses pembacaan. Dalam diskursus yang lebih luas, membaca adalah proses membedah realitas sosial dengan pisau analisa yang kita punya. Tentulah aktivitas membaca ini harus dikawinkan dengan kegiatan menulis, karena dari keduanya peradaban dilahirkan.
 
Lihat bagaimana cara Bung Karno dan Bung Hatta menularkan semangat untuk merebut kemerdekaan, semua itu bermula dari kata yang termuat dalam koran nasional, sehingga berdampak pada jutaan rakyat yang membaca dan berlanjut pada gerakan untuk merebut kemerdekaan yang sudah lama tertawan. Sampai disini kita bisa menyimpulkan betapa penting budaya literasi guna menopang pembangunan suatu bangsa.

Ketika kita terlalu memanjakan akal dari ranah literasi, itu pertanda mandeg-nya sebuah peradaban, bila tidak dikatakan sebagai penghilangan jejak manusia di muka bumi. R.A Kartini mengatakan bahwa menulis adalah kerja keabadian. Hal senada juga disampaikan oleh Pram, setinggi apapun sekolahmu, kau tidak akan dikenang jika tidak menulis.

Yakinlah, jika menulis dan membaca sudah kawin dalam sebuah karakter yang membudaya, akan banyak entitas berharga yang lahir darinya. Semoga!

0 komentar:

Post a Comment