Maju
mundur pendidikan suatu negara bisa dilihat dari budaya literasi mereka. Karena
budaya literasi menjadi indikator bagi perkembangan dan inovasi ilmu pengetahuan.
Yunani merupakan peradaban besar yang masih bisa dilacak keberadaannya di abad
21, berkat budaya literasi yang mereka pelihara tempo dulu.
Kegiatan
literasi yang dibahasakan sebagai aktifitas membaca dan menulis (Haryanti,
2014), sangat erat kaitannya dengan akal-budi. Dari membaca kita akan
mendapatkan pengetahuan yang baru, pengayaan sudut pandang, untuk kemudian di
ejawantahkan dalam kehidupan sehari-hari. Dan menulis menjadi cara untuk
menangkap ide-ide kreatif.
Berdasarkan
hasil penelitian Programme for International Student Assessment (PISA)
menjelaskan, literasi Indonesia pada tahun 2012 menempati urutan ke-64 dari 65
negara yang diteliti. Ini menjadi pertanda bahwa harus ada kerja untuk
memperbaiki budaya literasi Indonesia.
Salah satu akar dari literasi adalah budaya membaca. Membaca bukan
hanya sekedar melafalkan huruf dalam objek bacaan, tetapi lebih kepada kegiatan
jiwa untuk mengolah bahan bacaan. Memikirkan nilai apa yang terkandung di
dalamnya, apa dampaknya, lebih-lebih manfaat dari proses pembacaan. Dalam
diskursus yang lebih luas, membaca adalah proses membedah realitas sosial dengan
pisau analisa yang kita punya. Tentulah aktivitas membaca ini harus dikawinkan
dengan kegiatan menulis, karena dari keduanya peradaban dilahirkan.
Lihat
bagaimana cara Bung Karno dan Bung Hatta menularkan semangat untuk merebut
kemerdekaan, semua itu bermula dari kata yang termuat dalam koran nasional,
sehingga berdampak pada jutaan rakyat yang membaca dan berlanjut pada gerakan
untuk merebut kemerdekaan yang sudah lama tertawan. Sampai disini kita bisa
menyimpulkan betapa penting budaya literasi guna menopang pembangunan suatu
bangsa.
Ketika
kita terlalu memanjakan akal dari ranah literasi, itu pertanda mandeg-nya
sebuah peradaban, bila tidak dikatakan sebagai penghilangan jejak manusia di
muka bumi. R.A Kartini mengatakan bahwa menulis adalah kerja keabadian. Hal
senada juga disampaikan oleh Pram, setinggi apapun sekolahmu, kau tidak akan
dikenang jika tidak menulis.
Yakinlah,
jika menulis dan membaca sudah kawin dalam sebuah karakter yang membudaya, akan
banyak entitas berharga yang lahir darinya. Semoga!
0 komentar:
Post a Comment