Monday, 14 July 2014

Aktualisasi Kemerdekaan Pribadi



Tertarik tentang berita kedatangan tamu dari Dubai, hari Jum’at mendatang, aku melirik sebuah papan jadwal majelis yang tergantung dengan elegannya di ruangan utama kantor  Baitut Tamkin Tazkia Madani (BTTM). Terbersit dalam diriku untuk mengambil peran dalam penataan ruang guna mempercantik estetika visual dalam penyambutan tersebut. selanjutnya, tergeraklah diriku untuk memperbarui tulisan dalam jadwal tersebut dengan seni huruf indah yang telah kupelajari. Tanpa banyak pikir langung saja kusampaikan ke Usep, rekan magangku, bahwa hari ini aku tidak bisa ikut majelis. Karena ada hal yang harus kukerjakan di kantor sembari menunjuk papan jadwal pembinaan majelis[1].

“Aku akan memperbaharui tulisan pada jadwal itu sep”, ujarku.
“siplah kalo begitu”, balas Usep dengan gaya tengilnya.

Akan kucoba untuk mengulas makna dari pengambilan keputusan yang terlihat sepele tersebut. Ada yang mengatakan, indikator dari kemerdekaan seseorang itu bisa dilihat dari kemampuan dia dalam mengambil keputusan yang berkaitan langsung dengan dirinya. Ketika apa yang diperbuat merupakan hasil dari pemikiran dia tanpa tekungkung hegemoni siapapun. Maka saat itu ia masih memiliki kemerdekaan. Sungguh banyak mereka yang terpenjara dalam kebebasan ilusi. Bebas secara kasat mata, namun tidak secara de facto . Terpenjara oleh rasa takut, terpenjara oleh jabatan, terpenjara oleh atasan dan masih banyak penjara-penjara serupa yang sering membatasi kemerdekaan untuk berbuat. Dan untuk memaknai kalimat itu, aku memberanikan diri untuk mengganti jadwal tersebut dengan keyakinan akan terciptanya jadwal baru yang bagus dan lebih rapi. Sehingga ada nilai tambah yang kuhasilkan sekalipun aku tidak turut serta dalam pembinaan seperti di hari-hari biasanya. 

Walhasil kegiatan magangku hari ini, yakni bercumbu mesra dengan papan jadwal beserta sepidol di tangan kanan dan penghapus di tanga kiri. Saat-saat dimana talenta masa lalu berupa keahlian dalam menulis huruf dengan goresan font Jerman, kudatangkan kembali. Sebuah kalimat bijak mengatakan, kerja dengan sesuatu yang kita sukai akan mendatangkan kepuasaan tersendiri yang terkadang tidak mampu dijangkau oleh rasional dan nalar logika. Hal itulah, persinya yang kurasakan hari ini. Walaupun hak pribadi seringkali tergadaikan, akan tetapi rasa puas akan tetap berada diatasnya.

Sejujurnya, alasan lain kenapa aku lebih memilih aktifitas diatas, karena hari ini aku sedang didera perasaan malas. Hahaha (Akhirnya ngaku). Dan aktifitas tersebut sebagai modus dan sarana pengalihan isu. Ala kulli hal, apa yang kulakukan hari ini, insya Allah dikategorikan sebagai hal produktif. Berbicara mengenai produktif, aku ingin kembali mengulang perkataan Dr. Syafii Antonio, “Selama ini seringkali kita kurang tepat dalam mengartikan ‘amal sholeh’. Selalu sholat, masjid, zakat dan sejenisnya yang muncul di benak kita ketika diminta untuk mendeskripsikan tentang amal sholeh. Padahal lebih luas dari itu, amal sholeh adalah seluruh kegiatan produktif yang kita lakukan dan mendatangkan nilai manfaat bagi sekitarnya”. Artinya, ketika kita membaca buku untuk memperluas pengetahuan, itu disebut juga amal sholeh. Ketika kita menulis dan berbagi kisah tentang hikmah, itupun merupakan amal sholeh. Intinya, seluruh aktifitas kita yang mendatangkan manfaat adalah amal sholeh. Maka menjadi cocok jika di dalam Islam, kita sering mendengar kalimat “sebaik-baik manusia adalah yang mendatangkan manfaat untuk orang lain.”

Satu hal yang ingin kusampaikan sebagai penutup tulisanku malam ini, tindakan akan lebih bermakna ketika diambil secara sadar serta lahir dari keputusan pribadi tanpa tekanan dari siapapun. Berani mengambil keputusan secara sadar tanpa hegemoni seorangpun untuk memaknai kemerdekaan pribadi seutuhnya.



[1] Sebutan untuk kelompok warga binaan BTTM

0 komentar:

Post a Comment