Pembahasan
mengenai ekonomi syariah (Eksyar) sudah mulai ramai diperbincangkan, baik dalam
lembaga struktural maupun non struktural. Sudah banyak lembaga pendidikan,
khususnya Perguruan Tinggi yang membuka study khusus mengenai bidang keilmuan
ekonomi syariah. Bahkan dalam perhelatan Seleksi Nasional Masuk Perguruan
Tinggi Negeri (SNMPTN) di beberapa kampus seperti Universitas Airlangga (Unair),
peminat Fakultas Ekonomi Syariah sama membludaknya dengan peminat Fakultas
Kedokteran.[1]
Dalam
sektor kehidupan bermasyarakat, ekonomi syariah sudah menjelma dalam bentuk
lembaga keuangan dan perbankan. Tak kurang dari 2.950 jaringan kantor bank syariah
dan 22.000 gerai lembaga keuangan mikro syariah[2]
yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia ikut mewarnai perekonomian
masyarakatnya. Sebagai pemain baru, pertumbuhan ini sangat menakjubkan. Tak
salah jika ekonomi syariah ini disebut sebagai “bocah ajaib”.
Melihat
betapa besar minat terhadap keuangan syariah, sangat elok rasanya jika pemahaman
tentang ekonomi berkeadilan ini ditanamkan lebih dini lagi. Tidak saja pada
perguruan tinggi semata, tapi musti diberikan pembelajarannya pada bangku
pendidikan yang lebih dini, seperti madrasah Ibdtidaiyah yang setara SD sampai
ke madrasah Aliyah yang sejajar dengan Sekolah Menengah Atas (SMA). Lebih
khusus lagi, sosialisasi mengenai bidang keilmuan ini musti dimulai dari setiap
pesantren. Ekonomi syariah yang penulis maksud tentu tidak hanya dimaknai pada
tataran teori saja tapi juga pemahaman pada sektor riilnya, yakni bagaimana
cara berwirausaha dan lain sebagainya.
Memulai
dari Pesantren
Ada
banyak alasan kenapa sosialisasi mengenai ekonomi syariah musti dimulai dari
pesantren. Pertama, perspektif masyarakat umum tentang pesantren sebagai pusat
pembelajaran ilmu agama sudah tertanam kuat. Dengan demikian pemahaman bahwa
berekonomi secara syariah sebagai bentuk dari ibadah spiritual yang diajarkan
akan mudah diterima masyarakat. Kedua, santri sebagai bagian dari pesantren,
biasanya datang dari pelosok-pelosok daerah. Tentu ini menjadi nilai lebih.
Daya jangkau syiar akan lebih luas dan masuk ke pedalaman. Melihat jumlah santri
sebagaimana disampaikan oleh Kementerian Agama, mencapai angka 3.759.198 orang[3]
dan tersebar merata di seluruh penjuru tanah air. Ini menjadi peluang potensial
dalam mensyiarkan ekonomi syariah.
Ditinjau
dari lokasi, biasanya setiap pesantren berada di tempat-tempat strategis. Keberadaannya
yang memang biasa di tengah pemukiman penduduk adalah alasan mengapa pesantren
musti dijadikan basis dakwah dan pengamalan ekonomi syariah. Pondok pesantren
merupakan lembaga yang sudah mendapatkan kepercayaan masyarakat sebagai tempat
mempelajari dan memperdalam ilmu agama.
Realitas
yang kita lihat selama ini, kebanyakan dari santri menemui kebuntuan paska
menyelesaikan proses mondoknya. Seakan tidak ada pilihan lain, jika tidak
menjadi ustadz atau melanjutkan kuliah, maka dia harus menganggur. Fenomena ini
menemukan momentumnya manakala mereka diberi pembelajaran mengenai ekonomi syariah,
khususnya pada sektor wirausaha. Dengan demikian, perkawinan antara ilmu
pesantren dan ekonomi syariah akan menghasilkan dampak yang menarik. Tak hanya
mahir berdakwah namun juga mahir dalam wirausaha. Stigma kaum santri hanya berkutat
pada kitab kuning akan segera terpatahkan. Belom lagi jika melihat trend
yang berkembang saat ini. Pesantren sebagai lembaga pendidilan Islam dan sosial
sudah mulai mengepakkan sayapnya, berakulturasi dengan budaya modern. Sebut
saja misalnya Pondok Programmer yang memadukan pembelajaran teknologi dengan
penguatan ilmu agama.
Akhir
akhir kita juga sudah sering mendengar tentang peran pesantren yang tidak
main-main dalam pengamalan ekonomi syariah. Banyak sekali gerakan yang sudah
muncul ke permukaan sebagai bentuk perwujudan bahwa kaum santri bisa dijadikan
sebagai pelaku potensial dalam syiar ekonomi syariah. Kita kenal ada Himpunan
Pengusaha Islam (HIPSI) yang diinisiasi oleh kalangan pengusaha Nahdatul Ulama.
HIPSI merupakan salah satu basis kaum sarungan di Indonesia. Lembaga ini
mempunyai tujuan untuk meningkatkan angka pengusaha di kalangan santri. Dari
kaum santri inilah nantinya pemahaman mengenai ekonomi syariah akan mejalar ke
akar rumput yang lebih dalam dan mengakar.
2014
silam, BI dan OJK juga sudah berkomitmen
untuk memfasilitasi perkembangan ekonomi syariah. Melalui kerjasama dengan
pondok pesantren, BI dan OJK menjadikan kawasan Jawa Timur (Jatim) sebagai
pusat penerapan ekonomi syariah[4]. Melihat
potensi Jatim yang memiliki jumlah pesantren sebanyak 6.000 dan 97% penduduknya
adalah muslim. Tentu ini merupakan perpaduan dari gerakan struktural dan
kultural yang menarik. BI dan OJK sabagai pucuk pimpinan di tatanan struktur
saling membantu dengan pesantren yang menjadi basis masa kaum sarungan di
tataran kultur.
Saling
Membantu
Jika
ekonomi syariah sudah mempunyai basis masa yang kuat dan sudah dipahami oleh
kalangan masyarakat dengan benar, baik dalam segi teori maupun praktek, maka
gerakan ekonomi syariah akan memberikan Snow Effect, mengelinding dan
membesar di tengah masyarakat Indonesia. Tentu ini merupakan pekerjaan kita
bersama. Melakukan apa yang bisa dibantu sesuai dengan kapasitas di bidang
masing-masing. Sekali lagi, menjadikan pesantren sebagai basis gerakan dalam
agenda sosialisasi ekonomi syariah adalah tindakan yang tepat. Pondok pesantren
adalah pusat oase spritual umat. Pesan yang harus disampaikan adalah bahwa
penerapan ekonomi syariah adalah salah satu ikhtiar penghambaan kita pada yang
Maha Kuasa. Berekonomi dengan ekonomi syariah berarti menjadikan Allah sebagai
tujuannya.
Perjuangan
yang serius dari semua kalangan harus dilakukan guna menuai sukses dalam
mejalani kehidupan di dunia. Karena ekonomi merupakan salah satu aktivitas yang
menopang ibadah. Sebuah kegiatan yang tidak mungkin terlepas dari kerangka
hidup seorang manusia. Tidak ada pilihan lain kecuali terus mencari formula
yang benar dalam mengamalkan ekonomi syariah demi menggapai falah (Kemenangan).
[1]http://www.nu.or.id/a,public-m,dinamic-s,detail-ids,2-id,52493-lang,id-c,daerah-t,Ekonomi+Islam+Masuk+Jurusan+Favorit+di+Unair-.phpx
[2] http://www.syariahmandiri.co.id/2012/12/mendorong-peran-bmt/
[3]http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/islam-nusantara/14/11/05/nejsko-bangun-ekonomi-pesantren-menag-petakan-trilogi-potensinya
0 komentar:
Post a Comment