Friday 19 December 2014

Sejarah Islam Masuk ke Indonesia


Ada begitu banyak literatur yang mengkaji sejarah masuknya islam ke Indonesia. Sehingga penelusuran jejak-jejaknya di bumi khatulistiwa ini menjadi perkara yang tidak sulit. Dalam proses penelusurannya tentu akan muncul berbagai macam pertanyaan dalam benak kita. Diantaranya adalah, siapa yang membawa islam ke Indonesia? Bagaimana islam bisa sampai ke Indonesia dan kapan permulaan islam menyebar luas di negara kita ini?


Banyak para tokoh tokoh sejarah yang mengkaji tentang masuknya islam ke indonesia baik itu dari kalangan Barat maupun tokoh islam sendiri. Dari sekian banyak teori yang berkembang, ada tiga yang sering dijadikan rujukan, yakni teori Gujarat, terori Persia (Iran), dan teori Arabia atau yang langsung dari tanah kelahiran islam sendiri, yakni Mekkah dan Madinah.


Masukya Islam Persi Gujarat


Snouck Hurgronje mengatakan bahwa islam menyebar ke Indonesia dimulai dari anak benua India, seperti Gujarat, Bengali, dan Malabar. Hal ini bisa dilihat dari tidak adanya nilai nilai Arab pada awal abad 12-13 yang dianggap sebagai awal masuknya islam ke Nusantara. Disamping itu hal ini juga didukung dari jalinan hubungan antar Nusantara dan wilayah daratan India. 


Teori Gujarat kemudian juga dikembangkan oleh J.P. Moquetta (1912) yang memberikan argumentasi dengan batu nisan Sultan Malik Al-Saleh yang wafat pada tanggal 17 Dzulhijjah 831 H/1297 M di Pasai, Aceh. Menurutnya, batu nisan di Pasai dan makam Maulanan Malik Ibrahim yang wafat tahun 1419 di Gresik, Jawa Timur, memiliki bentuk yang sama dengan nisan yang terdapat di Kambay, Gujarat. Moquetta akhirnya berkesimpulan bahwa batu nisan tersebut diimpor dari Gujarat, atau setidaknya dibuat oleh orang Gujarat atau orang Indonesia yang telah belajar kaligrafi khas Gujarat. Alasan lainnya adalah kesamaan mahzab Syafei yang di anut masyarakat muslim di Gujarat dan Indonesia.



Teori Persia


Persia dianggap sebagai pembawa ajaran islam ke Nusantara. Hal ini didasarkan pada kesamaan budaya beberapa kelompok yang berada di nusantara dengan budaya yang ada di Persia. Misalnya saja tentang peringatan 10 Muharam yang dijadikan sebagai hari peringatan wafatnya Hasan dan Husein, cucu Rasulullah. Selain itu, di beberapa tempat di Sumatera Barat ada pula tradisi Tabut, yang berarti keranda, juga untuk memperingati Hasan dan Husein. Ada pula pendukung lain dari teori ini yakni beberapa serapan bahasa yang diyakini datang dari Iran. Misalnya jabar dari zabar, jer dari ze-er dan beberapa yang lainnya. Teori ini menyakini Islam masuk ke wilayah Nusantara pada abad ke-13. Dan wilayah pertama yang dijamah adalah Samudera Pasai. Tradisi lain adalah ajaran mistik yang banyak kesamaan, misalnya antara ajaran Syekh Siti Jenar dari Jawa Tengah dengan ajaran sufi Al-Hallaj dari Persia. Bukan kebetulan, keduanya mati dihukum oleh penguasa setempat karena ajaran-ajarannya dinilai bertentangan dengan ketauhidan Islam (murtad) dan membahayakan stabilitas politik dan sosial. Alasan lain dikemukakan oleh teori Moquetta, yaitu ada kesamaan seni kaligrafi pahat pada batu-batu nisan yang dipakai di kuburan Islam awal di Indonesia. Kesamaan lain adalah bahwa umat Islam Indonesia menganut mahzab Syafei, sama seperti kebanyak muslim di Iran.


Langsung dari Arabia


Pendapat ini mengatakan bahwa islam masuknya ke Indonesia jauh sebelum abad 12 atau 13, namun Islam sudah mulai ekspidesinya ke Nusantara ketika sahabat Abu Bakar, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib memegang kendali sebagai amirul mukminin. Dengan kata lain penyebaran islam di Nusantara sudah dimulai dari abad ke-7 dan langsung mendatangkan utusan yang berasal dari Mekkah dan Madinah.



Dalam kitab sejarah Cina yang berjudul Chiu T’hang Shu disebutkan pernah mendapat kunjungan diplomatik dari orang-o-rang Ta Shih, sebutan untuk orang Arab, pada tahun tahun 651 Masehi atau 31 Hijirah. Empat tahun kemudian, dinasti yang sama kedatangan duta yang dikirim oleh Tan mi mo ni’. Tan mi mo ni’ adalah sebutan untuk Amirul Mukminin dalam budaya Cina saat itu.


Dalam catatan tersebut, duta Tan mi mo ni’ menyebutkan bahwa mereka telah mendirikan Daulah Islamiyah dan sudah tiga kali berganti kepemimpinan. Artinya, duta Muslim tersebut datang pada masa kepemimpinan Utsman bin Affan.


Dari hubungan antar pulau dan daratan ini kita bisa menyimpulkan bahwa jauh sebelum penjelajah dari Eropa punya kemampuan mengarungi dunia, terlebih dulu pelayar-pelayar dari Arab dan Timur Tengah sudah mampu melayari rute dunia dengan intensitas yang cukup padat. Ini adalah rute pelayaran paling panjang yang pernah ada sebelum abad 16. Hal ini menunjukkan bahwa saat itu daulah Islamiyah sudah memiliki angkatan laut dan kemampuan maritim yang mumpuni. Kapal sebagai tranportasi yang paling maju untuk menghubungkan antar pulau dikuasai dengan baik oleh dinasti Islam.



Sebuah literatur Arab kuno, Aja’ib al Hind yang ditulis oleh Buzurg bin Shahriyar juga menyebutkan bahwa sudah terjalin hubungan yang dekat antara ke-khalifihan islam dengan kerajaan Sriwijaya selaku pusat perdaban di Nusantara saat itu. Di literatur tersebut disebutkan bahwa di beberpa wilayah kerajaan Sriwijaya terdapat perkampungan-perkampungan muslim. Hubungan baik ini terus terbina sampai abad ke-12 menjelang detik-detik melemahnya pengaruh kerajaan Sriwijaya di Nusantara. Sehingga hal ini juga berpengaruh terhadap penyebaran islam di Indonesia. Karena kondisi ekonomi yang mulai tidak stabil akhirnya kerajaan Sriwijaya menerapkan kenaikan upeti terhadap kapal-kapal asing yang masuk ke wilayah Nusantara yang secara tidak langsung juga mengurangi kuantitas kapal kapal pedagang dari Arab yang berdagang ke nusantara.



Selain kerajaan Sriwijaya yang dinilai sebagai tempat permulaan penyebaran islam di Nusantara, Aceh dan Minangkabau juga diyakini sebagai awal mula penyebaran Islam. Hal ini ditandai dengan keberadaan kerajaan islam pertama di Nusantara, yakni kerajaan Samudra Pasai yang berada di ujung Sumatera dan seterunya menyebar ke pulau jawa serta berlanjut ke pulau pulau yang lainnya.



Melihat serangakian sejarah islam masuk ke Indonesia, tentu kita sebagai muslim yang berdiam di negara yang dibahasakan bocoran surga oleh cak Nun ini, setidaknya sudah mempunyai modal historis yang besar. Dan berkat perjuangan dan kegigihan para ulama terdahulu hingga menjadikan Indonesia sebagai penduduk muslim terbesar sedunia. Sebuah sejarah yang telah terukir dengan indah di kanvas perdaban sebagai hasil dari kerja pada pendahulu kita, tak sepatutnyalah tenggelam begitu saja, apalagi sampai hilang di bumi Nusantara ini. Kita yang hidup di generasi sekarang, sebetunya sedang berada di ujung rantai sejarah besar tersebut. Kembali kepada kita, hendak dibawa kemana kelanjutan dari rantai indah sejarah besar ini.

Sumber referensi 
http://jagoips.wordpress.com/2013/04/24/teori-teori-masuknya-islam-ke-indonesia/
www.pakdenono.com

0 komentar:

Post a Comment