Saturday, 13 September 2014

Bocah Unik Ditengah Globalisasi

Aku akan kembali menceritakan pengalaman magang. Yah.. hari ini merupakan hari kedua aku magang di Baitut Tamkin Tazkia madani (BTTM). Lagi lagi aku harus menunduk malu karena di hari kedua ini aku kembali terlambat datang ke kantor. Entah apa penyebabnya. Yang jelas aku sudah mewanti wanti sejak pagi hari agar tidak telat. Seingatku, aku berangkat dari kontrakkan ketika jam menunjukkan pukul 07.15. Aku tiba dikantor tepat pukul 07.30 lebih dua menit, ketika para staf sudah mulai apel pagi. Sungguh permulaan yang tidak bagus. Lagi dan lagi aku harus membuat pernyataan kesalahan dan membayar denda sebesar dua ribu didepan teman-teman staf. Tapi tak apalah, mungkin ini juga caraku mengharagai budaya bangsaku. Bangsa yang hobi terlambat. Ups yang nasionalis jangan marah. hahah Sama seperti kemarin, manakala aku memasuki ruangan ditengah apel yangsedang berlangsung, Caraku masuk seakan jadi fenomena yang menarik untuk diamati. Dan pagi ini, dua kali aku menerima senyum SMT2 (senang melihat teman telat) staf kantor.


Kebetulan di hari kedua, Adang mentor magangku yang kemarin, tidak bisa hadir. Jadinya, aku ikut serta bersama Usep. Perkenalan singkatku dengan usep sudah memberikan gambaran yang jelas bahwa dia merupakan sosok yang gokil dan tengil. Bayangkan baru tiga bulan dia di BTTM ini, kurasakan pengaruh guyonannya sudah melekat erat disini. Untuk ukuran karyawan baru, dia terhitung cekatan dan suka menerima tantangan (ini tidak benar). 5 majelis yang dia handle adalah kelompok-kelompok yang berada di lokasi sukar dijangkau. Tiga majelis berada di badan gunung pancar. Track menuju lokasi sungguh membuat bulu ‘WAW’ berdiri segar. Betapa tidak, kami harus mendaki tanjakan yang sisi kemiringannya begitu menantang. Belum lagi dengan kondisi jalan yang tidak bersahabat. Jalan dengan kompesisi batu yang tajam-tajam, dengan sukses membuat motor kita joget-joget. Dan tantangan terakhir, berasal dari ibu-ibu kelompok gunung pancar ini. teman-teman BTTM yang sudah pernah berinteraksi dengan mereka, sepakat bahwa kelompok yang satu ini termasuk yang paling over talk aktif dibanding ibu-ibu yang lain. Sedangkan kedua majelis (sebutan untuk ibu-ibu binaan) sisanya, terletak di sekitar lereng gunung. Keduanya berbeda rute dengan ketiga majelis yang pertama tadi. Inilah kelima majelis beserta rutenya yang menjadi santapan magangku hari ini.

Di majelis yang kedua, majelis al barokah, ada sedikit cerita yang begitu menggelikan. Ketika kami sedang asyik dengan aktiftas kelompok BTTM. Ada seorang anak dengan konco-konconya yang datang dengan membawa seutas tali lengkap dengan kambing. Lalu dia berhenti di depan rumah dimana majelis sedang berlangsung dan merengek ke ibunya untuk minta dibelikan kambing yang dibawanya tersebut. entah kambing siapa yang dibawanya, tapi yang jelas fenomena itu suangguh menarik dan memaksaku untuk berfikir ulang terhadap tingkah anak tersebut.

 “ jika biasanya anak kecil menangis minta dibeleikan mainan mobil-mobilan atau sejenisnya. Tapi tidak dengan anak yang ada dihadapan kami ini. Dia merengek kepada ibunya untuk minta dibelikan kambing. Cool Boy. Kaulah sosok anak yang tidak terkontaminasi oleh toksin globalisasi. 

 “ Tidak apa-apa yang kecil yang penting kambing “ rengeknya. Tentunya dengan bahasa sunda. Karena bahasa itulah yang dipakai disini. Bahasa yang membuatku ngiler untuk mencobanya. Asli, ketika aku mencoba bahasa sunda, ada semacam akulturasi buhasa yang memaksa pendengar untuk menyunggingkan senyum. Secara, bahasa halus yang dipadu dengan kesangaran logat sumatera. Gak pas beuud.

 ( Ditulis Kamis, 19 Juni 2014)




0 komentar:

Post a Comment